readtimes.id–Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang akan digelar di Indonesia pada 2022 mendatang selayaknya menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk mendorong negara-negara anggota untuk tidak hanya terlibat dalam pembahasan ekonomi semata melainkan juga iklim.
Sebagai tuan rumah indonesia perlu memfasilitasi negara-negara ini mengingat negara-negara G-20 yang notabene terdiri dari negara maju dan berkembang merupakan negara-negara yang turut
andil dalam menyumbang emisi.
Pada perkembangannya sejauh ini Presiden Jokowi telah memberikan sinyal yang positif dengan menyinggung pentingnya kerjasama dan tindakan nyata dalam mengatasi perubahan iklim dalam berbagai forum yang baru-baru ini dikunjunginya ketika melakukan perjalanan ke luar negeri dengan beberapa menterinya.
“Indonesia ingin G20 memberikan contoh, Indonesia ingin G20 memimpin dunia, dalam bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata,” kata Presiden Jokowi seperti yang dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI
Begitu pula saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP 26, yang digelar di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021.
Dalam pidatonya Presiden juga menyinggung upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim diantaranya telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu, merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia.
Sejumlah hal yang kemudian diharapkan juga mendapatkan ruang di G20 tahun depan untuk mewujudkan komitmen pengendalian iklim dunia.
Lebih jauh terkait pembahasan pengurangan emisi ke depan penting untuk Indonesia mendorong sebuah kebijakan yang juga menerapkan prinsip keadilan seperti target persentase pengurangan emisi gas rumah kaca
dengan memperhatikan emisi histori masing-masing negara seperti yang kemudian pernah disinggung oleh Yuyun Harmono, Manager Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam sebuah wawancaranya bersama readtimes.id menyoal terkait dampak kebijakan pajak karbon bagi penurunan emisi karbon di Indonesia
” tidak bisa dikasih sama karena masing-masing negara punya emisi histori yang beda sehingga target derajat penurunannya juga harus beda, ” terangnya pada readtimes.id
Menurutnya negara yang mempunyai emisi histori yang besar maka juga harus mempunyai persentase target yang besar dalam penurunan emisi dan juga penyediaan pembiayaan, sebagai bentuk komitmen dalam upaya pengendalian perubahan iklim.
” Misalnya Amerika sebagai negara maju tentu tidak bisa diperlakukan sama dengan negara-negara berkembang lainnya yang menyumbang emisi rendah tentu itu tidak adil, ” tambahnya.
Selanjutnya Indonesia dinilai juga tidak bisa lagi mengandalkan konsep perdagangan karbon kepada negara-negara anggota G20 sebagai sebuah komitmen dalam mengurangi emisi
“Mengapa? Satu kita akan memberikan celah bagi negara maju lari dari tanggung jawab, kedua konsep perdagangan karbon itu tidak menurunkan emisi, ” tambahnya
Lebih jauh presidensi G20 di Indonesia menjadi forum yang penting untuk menegaskan komitmen pengendalian iklim mengingat forum-forum sebelumnya belum menunjukkan adanya tanda keseriusan dari negara-negara anggota untuk berbicara tentang pentingnya kerjasama dalam menyelamatkan bumi.
2 Komentar