Readtimes.id– Ini bukan kali pertama aksi Ketua DPR RI Puan Maharani dituduh sebagai bentuk kampanye. Dan ini bukan kali pertama pula bentuk kampanye itu dinilai akan gagal meraih simpati publik.
Setelah aksi menanam padi di tengah hujan bersama petani di Yogyakarta, belakangan Puan kembali menjadi perbincangan tatkala balihonya tersebar di tengah area pengungsian erupsi Semeru.
“Tangismu, Tangisku, Ceriamu, Ceriaku, Saatnya Bangkit Menatap Masa Depan” demikian tulisan di baliho berukuran 2×1,5 meter dan 3×4 meter itu.
Tidak hanya itu belakangan anggota fraksi PDIP DPR-RI juga mendapat instruksi untuk membagikan sembako yang dilabeli dengan gambar Puan di dapil mereka masing-masing.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menilai aksi tersebut justru menghambat Puan sampai pada tujuan politiknya dengan mendapatkan simpati masyarakat karena dinilai tidak etis. Selain itu terkait pembagian sembako, ia juga mengkritik adanya “kampanye colongan” dengan menggunakan dana reses.
“Bagi-bagi sembako kalau sekadar untuk membantu warga di dapil mungkin juga bisa, tetapi ini harus untuk alasan yang sifatnya tulus, kemanusiaan, dan jujur soal asal-usul dana. Nggak benar kalau dana reses dipakai beli sembako untuk tujuan kampanye,” terang Lucius pada wartawan Jumat (24/12).
Terkait persentase elektabilitas, Puan Maharani tidak menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan dari survei-survei sebelumnya. Hasil survei Indonesian Publik Review (IPR) terakhir pada Desember menempatkan Puan pada angka 3,9 persen. Sementara survei Poltracking Indonesia pada Oktober, Puan hanya bertengger di angka elektabilitas 1,9.
Baca Juga : Menyoal Puan, Citra dan Elektabilitas
Lantas mengapa kampanye dengan strategi yang sama masih dilakukan?
Pakar politik Universitas Gadjah Mada Wawan Mas’udi mengatakan, ini terjadi karena PDIP sebagai partai juga Puan Maharani belum mampu mengeksplorasi ruang-ruang lain untuk memperkenalkan diri ke publik. Sehingga aksi mereka terkesan terbatas hanya memanfaatkan momentum-momentum tertentu.
“Jadi ini soal kreativitas sebenarnya memanfaatkan ruang dan peluang sebagai pejabat publik, ” terangnya pada readtimes.id.
Karena menurut Wawan, jika mau Puan Maharani ataupun PDIP sebenarnya bisa memanfaatkan posisi Puan sebagai Ketua DPR-RI untuk lebih dekat dengan publik.
“Misalnya hadir ke masyarakat atas nama DPR dengan tujuan untuk menangkap aspirasi, memastikan program pemerintah jalan, dan apa yang akan dikembangkan ke depan. Itu kan masih tetap bisa juga sebenarnya,” tambahnya.
Oleh karena itu menurut Wawan, penting bagi Puan dan tim mengevaluasi strategi atau taktik gerakan mereka agar lebih diterima publik dan tidak menuai kritik.
Kendati demikian, terlepas dari beberapa gerakan PDIP yang nampak mensosialisasikan Puan Maharani, Wawan memandang ini belum tentu bisa dibaca sebagai sikap final PDIP.
“Pemilu serentak masih akan dua atau tiga tahun lagi, masih akan banyak kejutan yang pasti dari PDIP. Semua masih cair,” pungkasnya.
Tambahkan Komentar