
Readtimes.id–Seorang pemuda asal Takalar, Sulawesi Selatan, mengaku menjadi korban kekerasan dan pemerasan oleh enam anggota Polrestabes Kota Makassar yang diduga bolos dari tugas piket. Korban berinisial MYS (20) mengungkapkan dirinya ditodong senjata, dipukul, bahkan dipaksa telanjang saat dituduh memiliki narkoba jenis tembakau sintetis.
Peristiwa bermula pada Senin malam, 27 Mei 2025, sekitar pukul 20.00 WITA. Saat itu MYS tengah duduk bersama dua temannya, N dan R, di Lapangan Larigau, Galesong. Sekitar pukul 22.00 WITA, enam pria tak dikenal datang menggunakan pakaian preman, helm, dan masker. Salah satu dari mereka langsung memiting MYS sambil menodongkan senjata laras panjang.
Sontak MYS terkejut dan bertanya, “Kenapa ini?” Namun salah satu pria itu hanya menjawab, “Diam, saya Polisi!”
Tak berhenti sampai di situ, MYS kembali diancam dan ditanyai, “Mana sisanya?” yang merujuk pada dugaan kepemilikan narkoba.
MYS yang kebingungan hanya menjawab, “Sisa apa?” namun dibalas dengan umpatan kasar dari salah satu pelaku, “Jangan mako bohong, telaso!”
Setelah itu, MYS dibawa ke tempat yang gelap. Di sana, ia mendapat perlakuan kasar, dipaksa mengakui memiliki tembakau sintetis yang dibungkus lakban, dan mengalami kekerasan fisik. Tak hanya dipukul dan dimaki, MYS juga digeledah hingga dipaksa telanjang dalam posisi jongkok. Salah satu pelaku bahkan mengancam, “Kalau tidak mengaku, ku kasi meledak ini senjata.”
Kekerasan terus berlanjut, kepala MYS dibenturkan ke tembok. Sekitar satu jam kemudian, ia dipindahkan ke lokasi kedua, yakni di Jalan Tamasongo, Galesong Utara, tepat di depan sebuah kafe. Di dalam mobil Honda Jazz berwarna hijau, MYS kembali diinterogasi dan diancam. Sebuah senjata api berwarna silver diarahkan ke bahu dan pahanya.
Meskipun di bawah tekanan dan ancaman, MYS bersikeras tidak mengakui kepemilikan barang tersebut karena memang bukan miliknya. Para pelaku kemudian meminta uang sebesar Rp15 juta untuk membebaskannya. Namun karena keluarga tidak mampu memenuhi permintaan itu, MYS akhirnya dilepaskan sekitar pukul 04.30 WITA, setelah beberapa jam disekap.
Keesokan harinya, pada 28 Mei 2025, MYS dan keluarganya mencoba melapor ke Polsek Galesong. Sayangnya, laporan mereka ditolak dan hanya dijanjikan akan dipertemukan dengan pelaku. Saat proses mediasi dilakukan, MYS dan keluarganya tetap menolak berdamai meski pelaku sempat menawarkan pengembalian uang sebesar Rp1 juta.
Karena tidak mendapat keadilan di Polsek Galesong, keluarga MYS melanjutkan laporan ke Polres Takalar pada tengah malam. Di sana, laporan baru diterima secara resmi.
Direktur LBH Makassar, Muhammad Ansar, menyebut kejadian ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di tubuh kepolisian.
“Tindakan kekerasan seperti ini terus berulang karena tidak ada sanksi tegas dari institusi terhadap pelanggaran sebelumnya. Kami mendesak Komnas HAM untuk segera turun tangan, dan LPSK agar memberikan perlindungan kepada korban,” tegas Ansar
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar