RT - readtimes.id

Aswar Hasan: Cendekiawan Umat, Lentera Pemikiran Sulawesi Selatan

Oleh: Endang Sari

Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas

Kabar duka itu datang semalam, 13 Agustus 2025 pukul 20.21 Wita, melalui Grup WhatsApp Dosen Fisip Unhas yang tiba-tiba menyisakan ruang hening di hati banyak orang yang mengenal dan mencintai beliau. Dr. H. Aswar Hasan, M.Si., telah berpulang ke rahmatullah. Sosok yang bagi saya, dan bagi banyak lainnya, bukan sekadar dosen, beliau adalah guru pemikiran dan teladan dalam konsistensi dan keberanian intelektual.

Saya mengenal beliau pertama kali bukan secara langsung, melainkan lewat suara yang menggetarkan nalar saya di tahun 2004, saat beliau tampil dalam fit and proper test calon anggota KPID Sulawesi Selatan. Di udara lewat radio itu, saya yang kala itu sedang belajar menjadi penyiar di Radio Al-Ikhwan Makassar, mendengar siaran langsungnya. Ada seseorang yang berbicara dengan ketajaman logika, kejernihan visi, dan dengan suara lembut yang terdengar disampaikan secara tulus dari hati, sangat menonjol dibanding peserta yang lain.

Sejak saat itu, saya tahu: ini adalah orang cerdas pertama yang saya kenali di Makassar. Kala itu saya belum lama berdomisili di Kota Makassar dan memulai perjalanan mendaftar kuliah di Unhas. Dan kesan itu tak pernah luntur sampai saat ini. Dalam dunia yang sering bising oleh retorika kosong, suara beliau hadir sebagai oase intelektual yang jernih, konsisten dan berani.

Beliau lahir di Palopo 62 tahun yang lalu. Sejak masa muda, beliau ditempa di berbagai organisasi, di antaranya Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sepertinya dua organisasi ini bukan hanya tempat belajar berorganisasi, tetapi juga menjadi ruang pembentukan karakter dan pemikiran beliau. Di sana, beliau belajar merumuskan gagasan, memperjuangkan nilai, dan membangun jejaring yang kelak menjadi bagian penting dari kontribusinya bagi masyarakat.

Di awal tahun 2000-an, beliau menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI), mendampingi Ir. H. Abdul Azis Kahar Muzakkar. Kiprah ini menunjukkan bahwa beliau adalah akademisi yang tidak hanya mengajar di ruang kuliah, tetapi juga aktif terlibat dalam dinamika sosial dan politik umat. Bersama para tokoh besar seperti alm. K.H. Djamaluddin Amien dan alm. KH. Sanusi Baco, Lc., beliau turut membangun wacana dan gerakan yang berakar pada nilai-nilai Islam, keadilan, dan keberpihakan pada masyarakat.

Sebagai dosen di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), beliau dikenal bukan hanya karena keluasan ilmunya, tetapi juga karena kehangatan pribadi dan keteguhan prinsip yang ia pegang. Bagi beliau, berpikir kritis bukan sekadar kemampuan akademik, melainkan sebuah tanggung jawab moral. Di ruang kuliah, beliau tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga mengajak mahasiswa untuk berdialog, merenung, dan berani mempertanyakan hal-hal yang selama ini dianggap mapan.

Suami saya, yang pernah menjadi salah satu mahasiswanya, sering bercerita tentang sosok yang ia panggil “Kak Aswar.” Menurutnya, Kak Aswar adalah seorang guru yang cerdas, berwawasan luas dan sangat rendah hati. Ia memberi ruang yang luas bagi mahasiswa untuk bertanya, berdiskusi, dan mengeksplorasi pengetahuan mereka tanpa rasa takut atau sungkan. Bahkan, di mata kuliahnya, suami saya sering diminta oleh beliau untuk menggantikan posisi mengajar di depan kelas, sebuah tindakan yang mencerminkan kerendahan hati dan kepercayaan luar biasa dari seorang guru kepada muridnya.

Yang membuat beliau istimewa adalah kemampuannya menjembatani dunia akademik dengan realitas sosial. Ia tidak terjebak dalam menara gading ilmu pengetahuan, tetapi turun langsung ke realitas lapangan, memimpin lembaga publik Komisi Penyiaran Independen Daerah (KPID) dan Komisi Informasi Publik (KIP) Sulsel, dan ikut serta dalam pergulatan ide dan kebijakan. Tulisan-tulisannya yang kritis rutin menghiasi kolom opini media-media di Sulsel hingga nasional setiap pekan. Ia percaya bahwa ilmu harus berpihak pada kebenaran, pada keadilan, dan pada kemanusiaan. Dalam berbagai forum diskusi, seminar, dan tulisan-tulisannya, beliau konsisten menyuarakan gagasan-gagasan yang progresif, berani, dan berpijak pada nilai-nilai luhur.

Banyak mahasiswa dan kolega yang mengenang beliau sebagai sosok yang rendah hati, terbuka, dan penuh semangat. Ia tidak pernah memandang rendah siapa pun, dan selalu siap berdiskusi dengan siapa saja, teman-teman media mengenangnya sebagai ‘media darling’. Bahkan dalam perbedaan pendapat, beliau tetap menjaga etika dan menghargai lawan bicara. Sikap ini membuatnya dihormati, bukan hanya karena keilmuannya, tetapi juga karena kualitas akhlaknya.

Bagi saya pribadi, mengenal beliau, meski awalnya hanya lewat suara di radio, adalah titik balik dalam cara saya memandang kecerdasan dan kepemimpinan. Ia menunjukkan bahwa menjadi cerdas bukan hanya soal IQ atau gelar akademik, tetapi soal keberanian berpikir, ketulusan menyampaikan, dan konsistensi dalam memperjuangkan nilai dan akhlak yang tetap harus dibawa. Beliau adalah bukti bahwa Makassar memiliki pemikir besar, dan bahwa kita semua bisa belajar dari jejaknya.Kini, beliau telah pergi. Tapi warisan pemikiran, semangat perjuangan, dan keteladanan hidupnya akan terus hidup dalam ingatan kami. Ia telah menanam benih-benih gagasan di banyak hati, dan benih itu akan tumbuh menjadi pohon-pohon pemikiran yang semoga akan terus memberi teduh bagi generasi berikutnya.

Selamat jalan guru kami, Pak Aswar Hasan. Terima kasih telah menjadi cahaya bagi kami yang pernah disentuh oleh pemikiran dan kehadiranmu. Semoga Allah SWT menerima segala amal baikmu, melapangkan jalanmu, dan menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya…

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: