Readtimes.id–Terbitnya undang-undang No.32 Tahun 2004 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberikan keleluasaan Pemerintah dalam mengatur daerahnya. Hal ini berangkat dari asumsi setiap daerah memiliki potensi yang berbeda, dan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada tersebut maka pemerintah daerah perlu menciptakan inovasi.
Hal ini yang kemudian dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi seorang Muhammad Tang Abdullah dalam karyanya yang berjudul “Menyoal Inovasi Administrasi Publik,” mengupas terkait inovasi sebuah program pendidikan oleh pemerintah daerah di Kabupaten Gowa
“Saya melihat pemerintah Gowa tidak hanya berhenti di program pendidikan gratis, melainkan juga hadir dengan program-program yang menurut saya menjadi sebuah inovasi di dunia pendidikan khususnya di daerah yang kemudian dengannya menghasilkan berbagai macam penghargaan,” ujar dosen FISIP UNHAS tersebut dalam acara bedah buku yang diselenggarakan oleh warkop Kopi Ide bekerjasama dengan readtimes.id
Adapun program yang dimaksud adalah Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) yaitu program untuk keluarga kurang mampu yang putra-putrinya putus sekolah dan berakibat pada tidak bisanya membaca baik tulisan latin maupun Al-Qur’an. Selanjutnya ada Punggawa D’Emba Education ( PDEP) yakni program peningkatan kualitas pendidikan dengan menggunakan pendekatan teknologi informasi dan komunikasi melalui audio visual , dan Satpol Pendidikan adalah program yang dirancang oleh pemda dalam bentuk kerjasama atau pola hubungan kerja antar SKPD (perangkat) khususnya satuan Pamong Praja dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.
Lebih lanjut pria yang meraih gelar Doktornya di Universitas Brawijaya ini juga mengungkapkan bahwa sejatinya di samping menjadi jawaban atas permasalahan publik lebih cepat, trend inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam sektor publik juga nyatanya tak luput dari permasalahan, pertama, beban negara yang tinggi karena inovasi menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda dimana dapat menyerap anggaran dengan yang jumlahnya tidak sedikit. Kedua adalah terkait aspek keberlanjutan, karena tak jarang inovasi dalam sektor publik akan berhenti ketika terdapat pergantian kepemimpinan.
Selanjutnya dalam kesempatan yang sama hadir pula inovator Dongkelor Tulus Wulan Juni dari Dinas Perpustakaan Kota Makassar, yang juga menyampaikan tantangan yang dialami oleh para inovator yang bukan berasal dari kalangan pemimpin daerah. Menurut Tulus inovasi yang datang dari pejabat daerah akan lebih cepat berjalan karena ada political will yang kuat, sementara akan sedikit sulit dilakukan oleh mereka yang hanya berasal dari kalangan pegawai meskipun idenya sangat bermanfaat bagi publik. Namun demikian menurut Tulus tetap penting untuk mendorong inovasi yang berasal dari bawah.
Sementara itu Ali Anas akademisi dari Bosowa mengungkapkan bahwa trend inovasi pada dasarnya tidak lepas dari yang disebut sebagai produktivitas yang mana membutuhkan sebuah kapasitas atau kemampuan untuk lebih peka terhadap keadaan sekitar. Selain itu pihaknya juga menyoroti pada dasarnya dalam memberikan penghargaan terhadap sebuah inovasi sektor publik di daerah, pemerintah pusat perlu mempertimbangkan waktu, output, benefit, serta dampak yang panjang bagi publik dari sebuah program inovasi tersebut.
Pada akhirnya untuk menciptakan sebuah inovasi di daerah perlu adanya dukungan dari semua pihak. Seorang Inovator yang berasal dari pemimpin daerah tidak akan sukses menjalankan ide yang telah dirancangnya apabila kapasitas pegawai yang berperan sebagai eksekutor di lapangan juga tidak memadai. Sebaliknya sebuah inovasi yang berdampak besar bagi publik yang datang dari para pegawai juga tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa political will dari para pemimpin daerahnya.
1 Komentar