
Readtimes.id— Solidaritas untuk Buruh KIBA (Kawasan Industri Bantaeng) menggelar aksi di depan Kantor Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan (Disnaker Provinsi Sulsel) pada Senin, 14 Juli 2025
Aksi ini menuntut hak para buruh KIBA yang telah dilanggar oleh perusahaan. Aksi yang dilakukan oleh Solidaritas untuk Buruh KIBA ini berkoordinasi langsung dengan Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) KIBA, yang juga melakukan aksi pada hari yang sama. Aksi tidak hanya dilakukan di Bantaeng dan Makassar, namun juga hingga ke Jakarta. Pada hari yang sama, massa Solidaritas untuk Buruh KIBA juga melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Baru 10 menit melakukan aksi, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan massa aksi. Ternyata, penumpang dari mobil tersebut adalah Jayadi Nas, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan. Kadisnaker Sulsel kemudian langsung mengajak massa aksi untuk masuk ke halaman kantor Disnaker untuk dialog.
Ijul dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulsel, yang bertindak sebagai koordinator aksi, kemudian membuka dialog dengan menjelaskan situasi yang terjadi pada Buruh KIBA.
“Saat ini, buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) yang terkonsolidasi dalam SBIPE KIBA melakukan aksi memblokade aktivitas ekspor feronikel milik perusahaan. Aktivitas ini didasari karena perusahaan, dalam hal ini PT Huadi, bertindak semena-mena terhadap buruhnya,” jelas Ijul.
Ijul menambahkan bahwa sejumlah masalah yang dihadapi buruh meliputi kekurangan upah yang tidak dibayarkan oleh perusahaan, PHK sepihak, kebijakan merumahkan buruh, dan lain-lain.
“Buruh di KIBA dalam praktiknya dipekerjakan oleh perusahaan melebihi waktu kerja yang diatur dalam undang-undang. Buruh kerap bekerja hingga 12 jam tanpa istirahat, bahkan dilakukan selama satu minggu tanpa libur. Di sini, buruh berhak atas upah lembur di luar gaji pokok mereka. Namun, perusahaan tidak membayarkan upah lembur, ” kata Ijul
Dia juga menjelaskan, yang saat ini sangat meresahkan buruh adalah kebijakan perusahaan yang akan merumahkan sekitar 950 buruh. Kebijakan tersebut sangat semena-mena karena tidak dilengkapi dokumen resmi, hanya disosialisasikan kepada para leader. Mereka juga hanya akan diupah sebesar Rp1.000.000. Kebijakan tersebut kemudian langsung ditolak oleh para buruh karena dinilai tidak manusiawi
Menanggapi hal tersebut, Kadisnaker Provinsi Sulsel menjelaskan bahwa memang situasi perekonomian nasional, bahkan global, sedang lesu.
“PHK dan merumahkan buruh bukan hanya terjadi di KIBA sebenarnya, tapi juga terjadi di perusahaan-perusahaan lain. Kan ekonomi memang sedang lemah. Tapi tidak boleh juga seenaknya, karena ada regulasi yang mengatur. Kami jelas, ketika itu melanggar regulasi maka patut ditindaki. Terkait kekurangan upah, itu masih ditangani oleh UPT Pengawas Ketenagakerjaan, belum dilaporkan kepada kami,” papar Jayadi Nas.
Al Iqbal dari KontraS Sulawesi, selaku humas aksi, kemudian menanggapi pernyataan Kadisnaker Sulsel. Menurutnya, di KIBA kejahatan ketenagakerjaan telah terjadi sejak lama sebelum kondisi ekonomi seperti saat ini.
“Praktik perampasan upah buruh itu sudah terjadi sejak lama. UPT Pengawas Ketenagakerjaan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan bahwa buruh masih memiliki hak upah yang belum dibayarkan oleh perusahaan. Dari 20 buruh yang diperiksa, bahkan ada buruh yang telah mengalami kelebihan jam kerja sejak 2021. Sehingga, buruh tersebut masih memiliki hak upah sebesar Rp83.000.000 yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Ini bukan karena perekonomian lesu saat ini, tapi ini adalah praktik kejahatan kerja yang dilakukan oleh perusahaan,” tegas Iqbal.
Ia menambahkan bahwa Disnaker Provinsi Sulsel seharusnya mengambil tindakan tegas agar praktik kejahatan tersebut tidak terus berulang.
“Peran aktif Disnaker Provinsi Sulsel adalah suatu kewajiban untuk memutus praktik culas tersebut. Disnaker tidak boleh membiarkan perusahaan-perusahaan nakal terus merugikan buruh dengan kebijakannya yang semena-mena,” jelas Iqbal.
Jayadi Nas kemudian berkomitmen akan segera menghubungi UPT Pengawas Ketenagakerjaan untuk membuat laporan pemeriksaan dan melimpahkannya kepada Disnaker Provinsi Sulsel.
“Setelah ini, saya akan menghubungi pihak UPT Pengawas Ketenagakerjaan. Saya akan minta mereka segera melaporkan temuannya dan melimpahkannya kepada kami. Karena dengan begitu, maka kami sudah bisa melanjutkan ke tahap penyidikan di PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Setelah penyidikan, kita bisa menimbang apakah perusahaan tersebut patut diberikan sanksi atau bahkan bisa masuk ke ranah pidana,” tegas Jayadi Nas.
Setelah dialog, Solidaritas untuk Buruh KIBA kemudian menyodorkan komitmen untuk ditandatangani oleh Kadisnaker. Namun, Kadisnaker tidak bersedia menandatangani dokumen tersebut. Massa aksi kemudian membubarkan diri dan melanjutkan aksi di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Editor: Ramdha Mawaddha