Readtimes.id– Berdasarkan data BPS 2022 capaian akses sanitasi aman di Sulsel masih rendah yakni 12.92 persen dari 92.24 persen akses sanitasi layak.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat memicu penyakit yang berpotensi merenggut jiwa. Kolera, diare, sakit perut adalah beberapa penyakit yang disebabkan oleh sanitasi yang buruk.
Kepala Kantor Perwakilan UNICEF- Indonesia Wilayah Sulawesi dan Maluku, Henky Widjaja mengungkapkan hal ini dapat terjadi karena kesadaran akan pentingnya sanitasi masih sangat rendah. Dan menurutnya ini bukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
“Kita ke sekolah, kampus, kantor pemerintah yang isinya kalangan-kalangan terdidik, kita bisa melihat bagaimana toilet di tempat-tempat tersebut juga tidak dirawat sehingga kami pikir kesadaran akan sanitasi aman itu tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, ” kata alumni Unhas tersebut dalam acara Gala Sanitasi Aman yang digelar di Hotel Unhas, 7 Desember 2023.
Hal tersebutlah yang kemudian menjadi alasan sosialisasi dan gerakan penyadaran terkait sanitasi aman menjadi penting untuk digaungkan menurut Henky.
Melalui Yayasan BAKTI bekerja sama dengan Pemprov Sulsel, UNICEF kemudian melaksanakan sejumlah kegiatan yang berkelanjutan melalui program WASH (Water, Sanitation and Hygiene). Dan Gala Sanitasi Aman adalah rangkaian kegiatan membangun kolaborasi dengan universitas, Pokja PKP (Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman), dan NGO.
Libatkan Peran Anak Muda
Gerakan sanitasi aman juga melibatkan kalangan muda yakni mahasiswa dari program studi Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas.
Azzahara Fitria dan Nur Asyifah, mahasiswa FKM Unhas dalam survei akses air bersih dan dan sanitasi rumah tangga di Kabupaten Sidrap dan Pinrang menemukan bahwa 90,75 persen masyarakat telah memiliki tangki septik dan 9,25 persen masyarakat yang belum memiliki tangki septik.
” Yang menjadi masalah adalah ternyata 90 persen dari tangki septik ini ternyata tidak pernah disedot. Dan 80 persen dari 90 persen yang memiliki tangki septik tadi membangun sumur dekat dengan tangki septik, jadi otomatis air sumurnya terkontaminasi bakteri E. Colli,” ujar Azzahara dan Nur Asyifah saat mempresentasikan temuannya.
Dari data-data tersebut menurut mereka masyarakat sebenarnya telah siap dengan sanitasi aman dengan adanya tangki septik, kendati demikian masih perlu edukasi bahwa tangki septik yang mereka miliki harus disedot 3 sampai 5 tahun sekali untuk mengurangi pencemaran air dari sumur yang mereka bangun di dekat tangki septik. Terlebih ketika kedalam sumur tersebut di bawah 2 meter.
Untuk diketahui dari survei ini juga ditemukan bahwa 11,85 persen masyarakat masih memiliki sumur dengan kedalaman di bawah 2 meter.
Menyoal terkait tangki septik yang tidak disedot Lidiastuty Anwar, Spesialis perubahan perilaku sosial dan GESI untuk program USAID IUWASH Tangguh wilayah Sulsel dan Papua dalam penelitiannya menemukan bahwa ada sejumlah hal yang menjadi penyebab masyarakat tidak melakukan sedot tangki septik secara rutin.
Pertama masyarakat bingung mau menghubungi siapa jika jasa penyedotan dilakukan oleh pemerintah.
“Kedua biaya penyedotan mahal dan tidak ada mekanisme cicilan,” ujar Lidiastuty.
Kata Lidiastuty menciptakan masyarakat yang sadar dengan sanitasi aman harus melibatkan banyak pihak tidak terkecuali pemerintah.
Editor: Ramdha Mawadha
Tambahkan Komentar