RT - readtimes.id

Capres Pilihan Masyarakat atau Lembaga Survei?

Readtimes.id– Kecenderungan munculnya sejumlah figur dalam bursa calon  Presiden tidak terlepas dari hasil survei sejumlah lembaga riset. Hal ini bisa dilihat dari wacana belakangan yang menyebutkan bahwa Prabowo akan kembali maju  mencalonkan diri pada 2024. 

Sebagaimana yang diungkap Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani  saat menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) DPD Gerindra Sulawesi Selatan pada Sabtu (9/10). 

“Saya katakan, 2024 Pak Prabowo Insya Allah akan maju dalam laga Pilpres. Majunya beliau karena begitu masifnya permintaan kita semua, besar harapan rakyat, pembangunan harus berlanjut, cita-cita kita berpartai belum terwujud,” terangnya. 

Majunya mantan calon Presiden yang selama dua periode Pilpres melawan  Jokowi ini, seperti yang diketahui beriringan dengan sejumlah  hasil survei beberapa lembaga riset yang menunjukkan keunggulan dirinya di atas beberapa nama seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. 

Dalam hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)  misalnya yang dirilis secara virtual 7 Oktober lalu, Prabowo  masih berada di posisi teratas dengan 18,1 persen. 

Begitu pula dalam survei yang dirilis Spin dan Arus Survei Indonesia (ASI), pada 8 September lalu. Nama Ketua Umum Partai Gerindra tersebut  juga kembali bertengger di atas sejumlah nama seperti yang telah tersebut di atas. 

Selanjutnya adalah Survei Indikator Politik Indonesia  pada agustus lalu juga mencatat tingkat keterpilihan atau elektabilitas Prabowo Subianto sebagai calon presiden Pilpres 2024, di mana menempati peringkat tertinggi 26,2 persen. 

Baca Juga : Kerja untuk Indonesia atau Kerja untuk Capres

Sejumlah lembaga riset yang dalam menyampaikan  hasil surveinya cenderung mengelaborasi dan berfokus pada nama  populer seperti Prabowo ini,  membuat wacana publik  terpusat pada nama tersebut tanpa memperhatikan lebih jauh peningkatan ataupun penurunan  elektabilitas sejumlah figur alternatif  yang mungkin saja dimasukkan dalam survei tersebut namun elektabilitasnya tidak tinggi. 

Ditambah lagi  diperkuat dengan penyampaian media yang dalam publikasi hasil riset juga cenderung tergiring oleh lembaga survei yang menggaris bawahi nama-nama populer. Yaitu membuat elektabilitas calon yang pada dasarnya tinggi menjadi lebih tinggi dan sebaliknya. 

“Itulah kekurangan lembaga survei kita yang terkadang caranya cenderung tidak berimbang dalam menyampaikan data ke publik  dan mengendorse calon tertentu karena adanya sejumlah kepentingan di belakang itu semua, ” terang pakar politik Universitas Al Azhar,  Ujang Komarudin pada readtimes.id. 

Padahal menurutnya penting untuk kemudian lembaga survei menyampaikan hal tersebut secara berimbang,  mengingat apa yang mereka sampaikan akan membentuk opini publik dan menjadi referensi masyarakat dalam memilih. Di lain menjadi dasar simpatisan para calon atau partai politik untuk  bergerak dalam mengusung calonnya seperti apa yang kemudian sekarang terjadi pada Prabowo yang akan kembali maju bertarung. 

Hal yang kemudian mungkin akan terjadi pada Jokowi jika saja jabatan Presiden Indonesia dimungkinakan untuk tiga periode. 

Lebih lanjut menurut Ujang sebenarnya hal itu bisa dikontrol ketika media dalam mempublikasikan data hasil riset lembaga survei tidak hanya berpegang pada satu referensi saja, melainkan melihat yang lain. 

” Media kan bisa cross check dengan membandingkan berbagai data hasil survei sehingga publik juga mendapatkan informasi yang utuh dan lengkap untuk dijadikan referensi ,” tambahnya. 

Hal ini penting  mengingat sejatinya volatilitas masyarakat bisa saja berubah ketika masyarakat mendapatkan data yang berimbang. Dan munculnya figur  alternatif  bisa jadi menjadi sesuatu yang mungkin dalam waktu dua tahun menjelang pemilu. 

Editor : Ramdha Mawadda

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: