RT - readtimes.id

Catahu LBH Makassar: Sulawesi Selatan Terancam Predator Seksual

Readtimes.id– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyebut bahwa Sulawesi Selatan terancam predator seksual dalam rilis Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2024.

LBH mencatat 55 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sulawesi Selatan berupa kekerasan seksual berbasis elektronik, perkosaan, persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak.

Predator seksual ini disebut menggunakan berbagai modus seperti mengiming-imingi dengan janji akan bertanggung jawab atau akan menikahi korban, mengancam akan menyebarluaskan foto atau video milik korban yang seksi ataupun tanpa busana, mengancam akan memukul hingga akan membunuh korban.

Hal yang lain, modus menakut-nakuti korban dengan memanfaatkan kerentanannya sebagai seorang disabilitas sensorik dan disabilitas intelektual, ada juga modus dengan menggunakan atribut ojek online hingga menjadi langganan korban dan memanfaatkan kesempatan untuk mempelajari kebiasaan korban, akhirnya menjebak korban dibawa ke rumahnya. Tujuannya agar korban tidak memiliki ruang atau kesempatan untuk menyelamatkan diri.

Adapun modus-modus yang digunakan oleh pelaku tidak terlepas dari identitasnya sebagai predator seksual bertopeng guru di satuan pendidikan, bertopeng dosen atau mahasiswa di perguruan tinggi, bertopeng aparat penegak hukum di institusi kepolisian, bertopeng calon wakil rakyat, bertopeng tetangga yang ramah di lingkungan tempat tinggal, hingga bertopeng calon suami yang baik di keluarga.

Dalam laporannya LBH juga mencatat pada Tahun 2024 ini, terdapat 2 kasus kekerasan seksual dengan vonis pidana penjara berdasarkan Pasal 6 c Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( UU TPKS)

“1 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Briptu Sanjaya terhadap tahanan perempuan Dittahti Polda Sulsel dengan vonis pidana penjara 3 tahun serta 1 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Calon Legislatif di Kabupaten Luwu terhadap perempuan disabilitas intelektual dengan vonis pidana penjara 7 tahun dan denda Rp.20.000.000,- subsidair pidana penjara 2 bulan,” jelas Koordinator Bidang Perempuan, Anak dan Disabilitas Ambara Dewita Purnama dalam keterangan tertulisnya, Jum’at 27 Desember 2024.

Berdasarkan data dan catatan sepanjang 2024 , LBH Makassar melalui Bidang Perempuan, Anak dan Disabilitas memiliki pandangan politik yang kemudian menjadi catatan penting kepada pengampu kebijakan agar memberikan perhatian penuh penuh pada seluruh warga negara Indonesia terkhususnya bagi Perempuan, Anak dan Disabilitas serta kelompok rentannya.

Adapun menurut LBH Makassar yang perlu menjadi perhatian dalam penanganan kasus yang menimpa Perempuan, Anak dan Disabilitas diantaranya adalah penyidik masih mengesampingkan penerapan UU TPKS sekalipun unsurnya telah terpenuhi dan lebih memilih menerapkan peraturan perundang-undangan lain dengan alasan ancaman hukum yang lebih berat.

Selanjutnya adalah penyelewengan praktik Restorative Justice (RJ) pada kasus kekerasan seksual yang belakangan juatru dimaknai untuk menghentikan perkara setelah didamaikan melalui proses mediasi dengan iming-iming bahwa korban akan tetap mendapatkan ganti rugi atau bahkan disertai dengan ancaman kriminalisasi terhadap korban.

Kemudian pelaksana Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang telah dicabut dan diganti dengan Permendikbud Ristek No. 55 Tahun 2024, yang menjadikan keanggotaan Satuan Tugas penindak kekerasan seksual dalam perguruan tinggi berasal dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Unsurnya terdiri dari Pendidik/Dosen dan Tenaga Kependidikan ini menimbulkan keraguan terhadap objektivitas pemberian sanksi kepada pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( TPKS) yang berprofesi sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan.

Editor: Ramdha Mawadda

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: