Readtimes.id– Cuaca ekstrim yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia termasuk Sulawesi Selatan, belakangan dikeluhkan oleh petani sayur dan buah.
Di Kabupaten Barru misalnya, tepatnya di Desa Ajakkang Dusun Minangato, Hasmi Roslan (44) petani melon mengeluhkan cuaca ekstrim karena membuat pertumbuhan buah melon melambat.
“Iya kalau begini kan jadi lambat pertumbuhan melonnya. Kalau cuaca normal melon itu biasanya sudah bisa jadi (panen) 60 sampai 65 hari, kalau begini bisa 70 sampai 80 hari” ucapnya pada Readtimes.
Hal ini membuat hasil panennya bisa kurang hingga 40 persen dari biasanya. Selain itu, menurutnya dengan cuaca ekstrim seperti ini jumlah konsumsi obat-obatan pembasmi hama maupun jamur pada melon juga meningkat karena melon rentan penyakit.
“Kalau cuaca seperti ini jumlah obat-obatan yang kita gunakan juga banyak. Jadi sebenarnya kalau mau dibilang rugi mungkin lebih ke ini ya, konsumsi obat-obatan tanamanan ini yang jadi lebih dari biasanya. Apalagi obat-obatan begini kan tidak murah juga,” tambahnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Armansyah (35), petani kentang di Desa Erelembang Kabupaten Gowa. Dirinya mengatakan terpaksa tidak bisa menanam karena angin kencang yang terjadi belakangan ini.
“Iya kalau cuaca begini kami tidak berani tanam karena anginnya kencang sekali. Jadi kalau ada petani yang berani tanam ya pasrah saja sudah bakal gagal panen pasti,” ujar Arman.
Penundaan tanam seperti ini, menurut Arman, juga akan berpengaruh pada bibit. Kualitas bibit kentang akan menurun lantaran telah siap tanam namun proses penanamannya tertunda. Pada akhirnya kentang yang ditanam akan rentan terserang penyakit.
“Kalau lama ya akan berpengaruh pada ini ketahanan bibit itu jadi rentan kena penyakit kan,” tambahnya.
Arman menambahkan, hujan yang terus menerus dapat menurunkan hasil panen petani sayur hingga 50 persen dan membuat petani terancam tidak kembali modal.
“Apalagi kalau seperti kentang itu kan bibitnya mahal ya. Jadi kadang kalau tanamnya banyak, di bibit saja kita bisa habis sampai Rp20 juta, itu di luar pupuk kandangnya, fungisidanya dan insektisidanya,” ujar Arman.
Sama seperti Hasmi, Arman juga mengaku bila cuaca ekstrim seperti ini para petani banyak meningkatkan konsumsi fungisida karena tanaman rentan terserang jamur.
Harga fungisida, insektisida dan pupuk yang tidak murah juga menjadi keluhan tersendiri di cuaca ekstrim seperti sekarang . Baik Hasmi maupun Arman berharap adanya bantuan uluran tangan dari pemerintah terkait subsidi pupuk.
“Karena terus terang bantuan-bantuan pupuk itu tidak semua dapat setelah ada kebijakan kartu-kartu tani itu. Pendataannya diperbaiki lagi lah supaya tepat sasaran,” pungkas Arman.
Cuaca ekstrim pada kenyataannya memang tak hanya berimplikasi pada kejadian bencana alam. Yeli Servina dalam jurnal Litbang Pertanian (2019) menyebutkan bahwa peningkatan suhu udara dapat mempengaruhi tanaman sayuran. Selain bentuk, suhu juga dapat memengaruhi kandungan gula, asam organik, dan kadar aktioksidan dalam sayuran.
Begitu pula dengan intensitas curah hujan, dalam laporan Direktorat Perlindungan Hortikultura (2015) menyatakan perubahan intensitas curah hujan memicu ledakan hama dan penyakit pada tanaman sayuran dan buah.
Sehingga, fenomena cuaca ekstrim sudah seharusnya menjadi perhatian khusus, bila melihat dampaknya yang begitu luas untuk keberlangsungan hidup manusia.
Tambahkan Komentar