Readtimes.id– Di tengah penolakan mayoritas fraksi di DPR untuk melakukan revisi UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, tak sedikit pula pihak yang memberikan dukungan untuk tetap merevisi UU tersebut karena dinilai akan sangat berdampak pada penyelenggara juga kualitas demokrasi yang ada.
Hal ini terutama menyangkut desain pemilu lokal dan nasional yang menjadi salah satu topik krusial sepanjang pembahasan di tubuh parlemen, terutama terkait waktu pelaksanaan juga desain kedua pemilu tersebut.
Tak sedikit pihak yang kemudian mendukung agar adanya pemisahan antara waktu penyelenggara pemilu lokal dan nasional, karena dinilai akan sangat membebani penyelenggara jika belajar pada pemilu sebelumnya yaitu tahun 2019.
Adalah Andi Ali Armunanto, pakar politik Universitas Hasanuddin yang menjadi salah satu pendukung agar adanya perbedaan waktu antara penyelenggaraan pemilu nasional juga pemilu lokal dalam sebuah dialog virtual ” Telaah Kritis Desain Pemilu ” yang diselenggarakan oleh Indonesia Development Engineering Consultan bekerjasama dengan readtimes.id pada sabtu 30 Januari lalu
” Melihat dampaknya akan sangat besar bagi penyelenggara, tantu harus dipisahkan antara pelaksanaan pemilu lokal juga nasional” ucap Ali
Lebih jauh ketika dikonfirmasi kembali oleh readtimes.id mengenai desain pemilu lokal dan nasional menurut Ali sejatinya pemerintah maupun DPR sebagai penyusun harus menentukan terlebih dahulu tujuan serta arah pemilu itu sendiri
” Bagi saya kita belum bisa berdiskusi mengenai electoral law, electoral system dan, electoral process dalam undang-undang ini jika tujuan dan arah dari pemilu itu sendiri tidak jelas” tukasnya
Menurut Ali jika tujuannya sudah jelas baru kita bisa menyusun tiga prinsip di atas, yang seringkali di Indonesia itu tidak saling terkoordinasi dengan baik akibat dari tujuan pemilu yang tidak jelas.
Sebagai contoh dari ketidaksamaan antara tiga prinsip; elektoral law, electoral system, dan electoral process adalah misalnya ketika tujuaan pemilu itu adalah cenderung mendorong penyederhanaan partai, Indonesia justru menerapkan sistem proporsional terbuka yang jelas dampaknya akan melahirkan multi partai.
” Contohnya itu tujuannya menyederhanakan partai namun sistem yang dibuat justru membentuk multi partai. Ditambah lagi agar kesannya tidak terlihat seperti kesalahan berpikir, dihadirkan pula electoral threshold untuk menekan, dimana angkanya juga ditentukan secara asal-asalan” tambahnya
Ketika disinggung mengenai langkah apa yang bisa ditempuh oleh pemerintah, menurut Ali pemerintah dan DPR dalam menyusun naskah akademik UU pemilu sebaiknya dapat duduk bersama para pakar untuk menentukan kerangka filosofis tujuan dari pemilu tersebut, sebelum pada akhirnya diturunkan dalam bentuk electoral system maupun electoral process dalam bentuk teknisnya, sehingga menghindari adanya perubahan undang-undang tiap tahun menjelang pemilu.
2 Komentar