RT - readtimes.id

Di Balik Cerita Menghidupkan Kembali Colliq Pujie

Readtimes.id — Penulis Alan TH kembali hadir dengan karya barunya yang berjudul Colliq Pujie, sebuah novel tentang seorang perempuan Bugis yang memiliki peranan besar dalam penulisan mahakarya sastra terpanjang dunia, I La Galigo.

Colliq Pujie merupakan karya kedua Alan tentang tokoh-tokoh yang memiliki peranan penting dalam penulisan I La Galigo. Sebelumnya, ia menerbitkan novel berjudul Matthes, tentang seorang misionaris dari Belanda yang bekerja sama dengan Colliq Pujie untuk mengabadikan naskah La Galigo.

“Colliq Pujie adalah perempuan yang kesadarannya melampaui zamannya. Entah apa yang menggerakkan Colliq Pujie hingga ia tersadar membukukan La Galigo. Karena mungkin pada zamannya, La Galigo bukan sesuatu yang penting, tapi Colliq Pujie bersama Matthes mau menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan La Galigo,” kata Alan menyampaikan alasan tentang ketertarikannya menulis Colliq Pujie kepada Readtimes.id.

Penulis yang namanya kini tengah masuk dalam nominasi penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa ini mengatakan bahwa ia membutuhkan waktu hampir setahun untuk mengenal perempuan dari Kerajaan Tanete tersebut.

“Delapan bulan riset pustaka, tiga bulan riset lapangan. Ya, hampir setahun ya,” tambahnya.

Menurutnya, menulis Colliq Pujie memiliki tantangan tersendiri karena referensi tentang Colliq Pujie tidak banyak.

“Sumber-sumber sejarah tentang Colliq Pujie sedikit sekali. Kalau di tulisan sejarah, ini yang saya dapat di tulisan Prof. Nurhayati Rahman dan beberapa sumber lainnya. Nama Colliq Pujie ini justru lebih banyak saya temukan di biografi Matthes,” tambah Alan.

Ia mengungkapkan bahwa dengan alasan itu, menulis Colliq Pujie menjadi penting baginya agar generasi sekarang, khususnya orang Sulawesi Selatan, mengenal perempuan besar yang berperan penting dalam kesusastraan Bugis tersebut.

Selain itu, menurutnya ini adalah langkah awal baginya untuk mengampanyekan cara belajar sejarah yang menyenangkan.

“Novel sejarah ini salah satu jalan untuk khalayak sekarang mulai menyukai sejarah. Karena kesadaran sejarah itu sangat penting. Kita sebagai bangsa tidak akan tahu mau ke mana jika tidak mengenal asal-usul sejarah kita,” ungkapnya.

Melampaui Batas Identitas

Alan juga bercerita tentang sambutan yang positif dari masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya orang Bugis, yang ia terima selama proses menulis tokoh-tokoh besar di balik La Galigo tersebut.

“Selama proses menulis ini, saya tidak merasa bahwa saya adalah orang luar Bugis, meskipun saya aslinya orang Sunda. Tapi bagi saya, Bugis dan Sunda itu adalah saudara saya. Primordialisme tidak menjadi hambatan bagi saya untuk mengisahkan sejarah orang Bugis,” ucapnya.

Ia mengungkapkan bahwa hal itu ia pelajari dari diri Colliq Pujie. Meskipun menentang kolonialisme, ia tidak ragu bekerja sama dengan Matthes yang berasal dari Belanda untuk mengisahkan sejarah bangsanya sendiri.

“Ini juga yang diajarkan oleh Colliq Pujie kepada saya. Meskipun dia keras dengan kolonialisme, tapi dalam berkarya dia terbuka, salah satunya bekerja sama dengan Matthes dari Belanda untuk membukukan La Galigo,” ungkapnya.

Alan mengungkapkan bahwa untuk mengenalkan Colliq Pujie lebih dalam kepada masyarakat, ia akan kembali dengan karya ketiganya tentang tokoh-tokoh penting di balik La Galigo. Karya ketiganya ini masih akan membahas tentang Colliq Pujie, namun dengan sudut pandang yang berbeda.

“Kalau buku yang ini kan memakai sudut pandang dia. Nanti setelah ini masih tentang Colliq Pujie, tapi dengan menggunakan sudut pandang sebagai ‘aku’,” pungkas Alan.

Editor: Ramdha Mawaddha

Ona Mariani

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: