RT - readtimes.id

Di Balik Perseteruan Internal Pasangan Kepala Daerah Tanah Air

Readtimes.id– Konflik internal yang terjadi antara Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah dengan wakilnya Budi Irawanto belum lama ini menambah jumlah pasangan kepala daerah yang berseteru di tengah tugas mereka melayani publik. 

Seperti diketahui, sebelumnya konflik  juga pernah mewarnai kepemimpinan Mawardi Ali dan Tgk Husaini A Wahab usai keduanya berhasil memenangkan Pilkada 2017 di Aceh Besar, sebagai bupati dan wakil bupati. Porsi pembagian kewenangan yang tidak merata dan komunikasi yang buruk menjadi  pemicu konflik keduanya tidak bisa dihindari . 

Selanjutnya konflik internal juga  terjadi pada  pasangan Bupati Kuningan yakni Acep Purnama dan Ridho Suganda yang heboh pada Maret lalu. Puncaknya Ridho Suganda mengembalikan mobil dinas yang biasa digunakan. Konflik keduanya mulai santer terdengar pasca mutasi ratusan pegawai di lingkungan Pemkab Kuningan pada Jumat (12/3/2021). 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin pada readtimes.id mengungkapkan bahwa selain pembagian hak dan wewenang yang tidak sama,  munculnya konflik  juga   imbas dari gagalnya partai politik membangun konsolidasi antara pasangan kepala daerah di awal.

“Ketika konsolidasi itu berhasil mestinya tidak akan terjadi permasalahan lagi untuk mewujudkan visi dan misi dalam satu periode kepemimpinan yang telah disepakati sejak awal dipasangkan, ” terangnya. 

Konsolidasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari mengingat tidak jarang dalam praktik Pilkada langsung, Partai Politik seringkali lebih mengutamakan faktor elektabilitas ketimbang kesamaan visi  dan misi saat mengusung paslon  untuk memenangkan pertarungan.  

Alhasil tidak jarang banyak pasangan calon Kepala Daerah yang sejatinya tidak mempunyai  satu visi dan misi terlibat dalam praktik ” kawin paksa ” untuk memenangkan sebuah pertarungan yang akhirnya berakhir konflik saat mereka berdiri di tampuk kepemimpinan.

Lebih dari itu konflik juga tidak bisa terhindarkan ketika mereka yang menduduki posisi Wakil Kepala Daerah adalah mereka yang mengeluarkan ongkos politik besar, namun saat menjabat justru mendapat kewenangan yang sedikit seperti yang kemudian diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

 Dihubungi terpisah, pakar politik Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, memandang oleh karena itu diperlukan adanya political agreement yang kuat antar pasangan Kepala Daerah juga partai politik yang mengusungnya.

Kepatuhan pada political agreement yang telah dibuat menurutnya merupakan bentuk kedewasaan dalam berpolitik untuk menghindari konflik kepentingan yang berlarut -larut yang pada akhirnya mengesamping pelayanan terhadap publik yang telah memilih mereka. 

Avatar

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: