Readtimes.id– Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Kholik merespons revisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 terkait penghitungan persyaratan keterwakilan perempuan yang hingga kini belum menemui titik terang pascaputusan Mahkamah Agung pada Agustus lalu.
Ditemui usai memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin, Idham Kholik mengatakan bahwa hingga saat ini KPU sedang melakukan kajian.
“Sedang lakukan kajian,” ujar Idham pada Readtimes, Selasa 12 September 2023.
Kata Idham, pihaknya akan menginformasikan ketika semuanya sudah melalui tahapan pengkajian. Karena menurutnya seperti halnya undang-undang semua peraturan yang diputuskan KPU juga harus melalui tahapan kajian dan uji publik.
Ketika disinggung terkait respon koalisi masyarakat sipil yang memandang KPU lamban dalam menindaklanjuti putusan MA, Idham menanyakan terkait indikator yang digunakan oleh koalisi masyarakat sipil yang menilai bahwa KPU terkesan menunda revisi aturan.
“Indikatornya apa? Kalau soal mepet dengan waktu DCT, kami pikir itu (penetapan DCT) masih lama. Itu masih November sementara ini masih September,” tambahnya.
Lebih lanjut ketika ditanya terkait seberapa besar komitmen KPU dalam mendorong keterwakilan perempuan dalam Pemilu Serentak 2024 sesuai dengan putusan MA, menurut Idham KPU pada dasarnya selalu bekerja dalam prinsip kepastian.
“Itu harus melaksanakan prinsip berkepastian. Itu harus dilaksanakan oleh KPU. Bahkan ya, yang namanya profesionalitas itu dikembalikan pada namanya prinsip kepastian,” ujarnya.
Sebelumnya MA menyatakan bahwa Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum, melalui putusan perkara nomor 24 P/HUM/2024. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)
Putusan yang diketuk palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin, dengan 2 anggota majelis hakim, ini sekaligus mengabulkan gugatan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (Perludem) yang menilai pasal tersebut mengancam keterwakilan caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Misalnya, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Editor : Ramdha Mawadha
384 Komentar