Di tengah rencana program vaksin dosis ketiga ( booster) pemerintah perlu menyelesaikan persoalan disparitas vaksinasi di berbagai daerah untuk mempercepat terbentuknya herd immunity.
Readtimes.id– “Seharusnya pemerintah berfokus dulu pada target vaksinasi nasional yang 70 persen itu untuk mencapai herd immunity,” terang Ridwan Amiruddin, epidemiolog Universitas Hasanuddin kepada readtimes.id. Hal ini menanggapi rencana pemerintah Indonesia yang akan memberikan vaksin dosis ketiga (booster) untuk para tenaga kesehatan.
Bagi Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat ini, rencana vaksin booster belum menjadi hal mendesak apabila memperhatikan capaian program vaksinasi nasional yang terbilang masih rendah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity.
Hal ini dapat dilihat dari data Kementerian Kesehatan per 28 Agustus tercatat bahwa persentase penerima vaksin dosis satu baru mencapai angka 29 persen, sementara untuk dosis dua baru 16 persen atau sekitar 34, 7 juta orang. Sementara sasaran vaksin yang ditarget pemerintah mencapai 208, 2 juta penduduk.
Dari jumlah itu, disparitas cakupan vaksin pun masih ditemui. Khusus cakupan vaksinasi dosis kedua misalnya, capaian tertinggi dilaporkan di DKI Jakarta 67 persen, Bali 51 persen dan Kepulauan Riau 30,19 persen. Sementara untuk daerah yang cangkupannya rendah di Sumatera Barat 9 persen, Nusa Tenggara Barat 8 persen dan Lampung yang hanya berkisar 7 persen.
“Ini yang kemudian harusnya diperhatikan pemerintah, terkait distribusi vaksin itu seharusnya tidak berfokus pada Jawa dan luar Jawa ya, tetapi berdasarkan populasi penduduk dan mobilitasnya. Karena sifat virus ini bergantung pada pergerakan penduduk,” tambahnya.
Menurut Ridwan, sebelum pemerintah lebih jauh berbicara tentang vaksin booster, harusnya terlebih dahulu membuat akselerasi program untuk mempercepat pemerataan vaksin. Misalnya dengan mempermudah masyarakat mendapat pelayanan vaksin di manapun dan kapanpun, seperti di kantor, kampus, pusat perbelanjaan, atau pun tempat-tempat publik lainnya.
Ini penting untuk segera dipikirkan, karena selain melihat cakupan geografis wilayah Indonesia yang luas dan penduduk yang banyak, adanya perbedaan tingkat efektivitas antar vaksin yang berbeda- beda, ditambah dengan varian virus yang kian waktu kian bertambah dimana berpotensi menghambat terbentuknya herd immunity.
“Kalau dilihat persentase cakupan vaksin hari ini, dan kondisi geografis indonesia mungkin 2 tahun lagi atau sekitar akhir 2022, kita baru mencapai angka herd immunity dengan cangkupan 70 persen itu,” tukas Ridwan.
Lebih jauh penyuntikan vaksin dosis 3 (booster) sendiri pun menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO belum didukung dengan bukti ilmiah. Sejumlah ilmuwan di dunia bahkan meminta negara-negara untuk tidak bergantung pada vaksin saja, melainkan menerapkan langkah-langkah proteksi, seperti menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Karena tidak menuntut kemungkinan orang yang telah menerima vaksin dengan dosis lengkap, tetap dapat terpapar virus kembali jika daya tahan tubuh rendah dan lengah menjalankan protokol kesehatan.
Tidak sampai disitu saja, bahkan belakangan Badan Kesehatan Dunia pun menyayangkan tindakan negara-negara yang berkecukupan vaksin menerapkan program booster di tengah kesenjangan vaksin yang masih terjadi di sejumlah negara di Benua Afrika.
2 Komentar