Sudah dua hari, banyak sahabat, kawan dan mungkin juga lawan yang dahulu bersebrangan ataupun mendukung jalan pikiranmu menuliskan banyak doa untukmu di media sosial. ‘Ya, Allah, Mulyadi P Tamsir, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) bersama istri tercatat dalam manifes pesawat Sriwijaya Air SJ-182, semoga semua selamat’, begitu catatan di banyak beranda media sosial.
Mul, begitu saya menyapamu. Sosok yang selalu nampak riang, namun penuh gerak yang terukur. Mungkin karena HMI telah menempamu menjadi sosok yang paham cara bergaul, itu kesan yang membekas bagi saya untuk mengenang dirimu. Walau sesekali, kamu seperti anak muda yang lain, punya ledakan yang tidak terduga. Misalnya, ketika saya mendapat kabar, kamu ikut turut dalam gelombang aksi 212.
Sesuatu yang ingin saya tanyakan, namun sayang kita tidak pernah sempat berjumpa lagi setelah 6 tahun lalu, perjumpaan di tugu proklamasi di depan patung Bung Karno dan Bung Hatta yang membuat kita sempat bercerita, tentang mimpi Indonesia kembali menjadi macan Asia.
Mul, bagi saya dan mungkin banyak orang di luar sana kamu memang ‘orang baik’ sosok yang kami banyak harapkan punya kontribusi besar bagi negeri ini. Namun, memang takdir Allah tidak ada yang tahu, kapan dan bagaimana akhirnya perjalanan hidup kita. Termasuk, jika akhirnya Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 adalah penerbangan terakhir bagi dirimu bersama istri.
Masih banyak sahabat-sahabatmu yang sulit untuk percaya, ketika takdir Allah atas peristiwa kecelakaan penerbangan itu akhirnya juga menimpamu. Kepada mereka saya menyampaikan, kita semua hanyalah hamba Allah yang tidak pernah tahu, akhir dari perjalanan kehidupan kita.
Tapi, sebagai manusia yang dibekali akal, rasio, kepercayaan bahwa ilmu amal harus padu mengabdi, kita tetap perlu mencari latar di balik kecelakaan pesawat tersebut.
Mengapa?
Agar, menjadi pembelajaran bagi banyak orang utamanya bagi perbaikan dunia penerbangan kita. Kita perlu melakukan kritik, mencari tahu secara sains, alasan mengapa kecelakaan penerbangan di negeri ini terus terjadi, bahkan sudah terjadi sebanyak 27 kecelakaan pesawat komersil di Tanah Air sejak tahun 1987.
Sesuatu yang mesti dijawab oleh dunia pengetahuan. Menjadi tantangan bagi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) yang belajar pada program studi engineering maupun jurusan managemen transportasi untuk memperdalam pengetahuan mereka, agar toleransi akan kecelakaan transportasi baik darat, laut dan udara semakin mengecil.
Karena bukankah, kita harus terus menyalakan lilin harapan dan keyakinan bahwa usaha kita untuk memperbaiki negeri ini harus sampai. Layaknya cita-cita yang tertulis dalam himne HMI, ‘Bersyukur dan ikhlas, Himpunan mahasiswa Islam, Yakin usaha sampai, Untuk kemajuan
Hidayah dan taufik, Bahagia HMI’.
Sebuah himne yang saya yakin juga adalah cita-citamu Bung Mul.
40 Komentar