Readtimes.id– Sebagai Presiden, Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki tiga kemiripan. Sama-sama terpilih dua periode, menggandeng orang yang sama sebagai wakil di periode pertama, dan memilih akademisi sebagai pendampingnya di periode kedua.
Tak lain tak bukan adalah Boediono dan Ma’ruf Amin, dua akademisi yang terpilih menjadi Wakil Presiden pada periode terakhir para Presiden dua periode, pasca Indonesia menerapkan pemilihan langsung.
Dua karakter yang memiliki posisi penting di Tanah Air, namun jarang tersorot oleh media seperti pendahulunya, Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang mendampingi SBY juga Jokowi.
Hal ini tidak lain karena gaya komunikasi politik keduanya yang memiliki kemiripan, lebih tenang, santun, santai seperti yang kemudian diungkapkan oleh pakar politik Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto.
Menurut Ali, setidaknya ada beberapa hal yang kemudian mempengaruhi gaya komunikasi politik keduanya. Pertama, latar belakang keduanya serta kondisi politik saat mereka mendampingi Presiden yang berhasil maju dua periode.
Seperti yang diketahui, Ma’ruf Amin dan Boediono adalah akademisi dan para pemikir di bidangnya sebelum akhirnya mereka memutuskan terjun di arena politik
“Boediono adalah seorang ekonom yang hebat pada masa pemerintahan SBY, sementara Ma’ruf adalah sosok ulama NU yang pemikirannya cukup diperhitungkan. Latar belakang ini yang kemudian juga mempengaruhi gaya komunikasi politik keduanya,” terangnya.
Latar belakangnya sebagai wakil Presiden yang sama-sama berasal dari Jawa adalah hal berikutnya yang tidak bisa dipisahkan dari gaya keduanya selama menjadi Wapres.
Hal berikutnya adalah kondisi politik saat periode kedua masing-masing presiden yang menurut Ali sedikit sama-sama ingin menepis isu “matahari kembar” dalam kepemimpinannya. Oleh karenanya, terjadi keterbatasan pengambilan peran dan kebijakan oleh para wakil pada masalah-masalah strategis kenegaraan yang mudah menjadi santapan media massa.
Lebih dari itu, sistem presidensial yang pemaknaan hanya terbatas pada sosok individu Presiden saja, membuat posisi wakil semakin tenggelam di mata publik. Terlebih ketika seorang wapres tidak mempunyai kemampuan khusus yang dapat diingat baik oleh publik, menjadi juru damai misalnya.
Tambahkan Komentar