Judul : Germinal
Penulis : Emile Zola
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
Tebal : 976 halaman
Emile Zola adalah sastrawan legendaris Perancis nan sohor yang dikenal dengan karya-karyanya yang menyoroti kehidupan sosial di Perancis abad 19. Gambaran-gambaran kehidupan sehari-hari yang demikian detail membuat nyaris semua karya fiksinya memiliki ketebalan serupa bantal. Penulis yang meninggal awal abad 20 ini (1902) menyebarkan pengaruh besar dalam genre sastra bernama naturalisme.
“Germinal” adalah salah satu dari novel atau roman Emile Zola yang sangat tebal, nyaris 1000 halaman. Novel ini juga menjadi salah satu maha karyanya yang sering dikaitkan dengannya—sebut saja nama Emile Zola, orang-orang cenderung menyebut kata kunci “Germinal”. Dan bukan hanya itu, novel ini sangat terkenal kaitannya dengan peristiwa berdarah dalam negeri kita sendiri di Indonesia, 1965. Seperti apa kaitan Germinal dan peristiwa 1965? Kita akan simak seusai kita urai cerita novel yang sangat fenomenal ini.
Germinal adalah novel dengan isu sosial khas abad 19: pemogokan buruh tambang. Latarnya di Perancis, kisaran 1860-an. Novel ini dipecah ke dalam tujuh bagian, dengan masing-masing bagian berisi drama dan konflik dengan intensitas yang kian meningkat. Seperti kecenderungan novel atau roman Emile Zola yang lain, tokoh-tokoh cerita biasanya cukup banyak—yang biasanya tokoh-tokoh baru akan muncul menggantikan fokus tokoh-tokoh yang lama.
Tokoh utama Germinal adalah seorang pemuda pengangguran yang baru saja dipecat dari pekerjaanya di rel kereta api. Namanya Etienne Lantier. Etienne ini diperkenalkan sebagai pemuda tak berpendidikan tapi cerdas, dan temperamennya berbahaya. Tak lama menganggur, ia mendapatkan pekerjaan baru di daerah tambang Le Veroux sebagai buruh.
Dari sinilah pembaca akan dihamparkan dengan gambaran begitu detail kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial para buruh tambang ini—bahkan kita sudah disajikan sejak bab pertama novel. Lingkungan yang kotor dan berdebu hitam dan manusia-manusia yang senantiasa didera kelaparan dan penyakit. Ada di antara mereka yang terlilit hutang dan putus asa.
Kondisi yang memiriskan hati itu yang lantas nantinya mendorong si tokoh utama kita ini, Etienne Lantier, mengorganisir sebuah pemogokan. Apakah dia akan berhasil? Pemogokannya memang berhasil dipatahkan, dan orang-orang kembali bekerja termasuk si Etienne Lantier di bawah kondisi yang begitu memprihatinkan. Namun demikian, novel ditutup dengan harapan-harapan yang tumbuh dalam diri Etienne Lantier.
Rangkuman sederhana ceritanya seperti itu. Namun demikian aliran novel berjalan dengan jalinan yang panjang dan cukup rumit. Pertaruhan novel Germinal ada pada detail deskripsi yang akan membawa emosi pembaca masuk ke dalam cerita. Karakter tokoh-tokohnya diulik dengan dalam, konflik dan drama terjalin antara yang politik, ekonomi, hingga urusan asmara. Singkatnya, Germinal akan memberikan pengalaman membaca yang sentimental kepada diri pembaca.
Nah, lalu apa hubungannya Germinal ini dengan peristiwa 1965? Hubungannya ada pada sejarah penghancuran citra satu organisasi perempuan di Indonesia bernama Gerakan Wanita Indonesia, populer dengan Gerwani. Gerwani sudah kadung menjadi momok akan kejamnya perempuan-perempuan dalam organisasi ini.
Gambaran di dalam film G30S/PKI itu memperlihatkan wanita-wanita yang menyilet wajah jenderal di dekat lubang buaya. Katanya, mereka berasal dari Gerwani, organisasi perempuan yang dianggap dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tapi berdasarkan penelusuran ilmiah menyebutkan tak ada penyayatan terhadap wajah jenderal.
Menurut sejarawan Indonesia Asvi Warman Adam, kisah itu ditengarai diambil dari salah satu adegan sadis dalam novel Germinal, di mana ada seorang laki-laki bernama Maigret yang sering melecehkan kaum perempuan ditangkap dan disiksa beramai-ramai. Bagian itulah yang lantas menginspirasi adegan fiktif dalam film G30S/PKI yang diputar setiap tahun pada masa Orde Baru itu.
Germinal ini memang telah beredar di Indonesia sejak sebelum tahun 1960 an namun dalam bentuk saduran berbahasa Inggris. Ia telah dibaca di kalangan tertentu. Untuk itulah, kata Asvi Warman Adam, “Pembuat propaganda ini jelas seorang intelektual, bukan orang sembarangan.”
Germinal kini telah menjadi karya klasik, di Indonesia terus diterbitkan berkali-kali, terutama oleh penerbit Gramedia. Barangkali pembaca buku-buku tebal sudah mulai berkurang, dan Germinal barangkali akan diabaikan pembaca. Namun, sekali Anda coba masuk ke dalamnya, itulah saatnya kita mulai diajak masuk ke dalam sejarah sosial Perancis yang begitu gelap, miris, namun kaya oleh ide-ide revolusi.
Tambahkan Komentar