Readtimes.id– Jumlah penggugat aturan ambang batas pencalonan Presiden atau presidential threshold terus bertambah. Tidak hanya publik secara perorangan, belakangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahkan secara kelembagaan memutuskan akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Sebelum memutuskan menggugat secara institusi, ada beberapa anggota DPD yang lebih dulu mengajukan gugatan ke MK, yaitu Akbar, Muhammad J Wartabone, Eni Sumarni, M Syukur, dan Abdul Rachman Thaha.
Keputusan DPD secara lembaga ini diklaim untuk mengakomodir aspirasi masyarakat dan beberapa elemen kemasyarakatan yang diperoleh ketika rapat dengar pendapat, FGD dan kunjungan kerja DPD RI. Hal ini kemudian ditegaskan Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam sidang paripurna ke- 8 Masa Sidang lll Tahun 2021-2022, Jumat (18/2).
Dalam kesempatan itu LaNyalla juga menjelaskan bahwa polemik ambang batas pencalonan Presiden bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah menjadi diskursus publik sejak 2003 atau 2004 saat Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR bekerja jelang Pemilu 2009.
Menurutnya, setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi dukungan atas usul ambang batas pencalonan Presiden maupun calon perseorangan.
“Pertama, kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap pelaksanaan demokrasi. Kedua, rendahnya kepercayaan publik pada partai dan semakin kuatnya dukungan atas ide calon perseorangan dan wacana presidential threshold 0 persen,” terangnya.
Menanggapi sikap DPD ini, pakar politik Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin memandang bahwa keputusan DPD ini sesungguhnya tidak terlepas dari tujuan memperkuat posisi DPD yang secara kelembagaan yang dirugikan dalam aturan tersebut.
“Kan persyaratan dalam UU Pemilu itu mensyaratkan calon Presiden diusulkan oleh Parpol dan gabungan Parpol yang mendapatkan perolehan 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Di sini DPD tidak dihitung,” terangnya saat dihubungi readtimes.id pada Sabtu, 19 Februari 2022.
Sehingga, ketika mereka menggugat secara kelembagaan, menurut Ujang ini akan memperkuat posisi DPD untuk diperhitungkan dalam pencalonan Presiden.
Kendati disinggung mengenai kemungkinan akan dikabulkannya gugatan, Ujang menilai jika melihat sikap-sikap MK pada gugatan sebelumnya, menurutnya keputusan MK tetap sama yakni menolak.
“Kemungkinan sama, karena jika tidak sama tentu MK akan dinilai tidak konsisten dalam hal ini,” tambahnya.
Patut diketahui gugatan ambang batas pencalonan Presiden ini telah diputuskan tidak diterima oleh MK lebih dari 10 kali.
Baca Juga : Presidential Threshold, Persoalan Lima Tahunan yang Tiada Akhir
Lebih lanjut menurut Ujang aturan yang terdapat dalam pasal 222 undang-undang pemilu tersebut dapat dirombak atau dihapus ketika DPR yang notabene diisi oleh anggota partai politik setuju.
” Tapi sejauh ini kan belum ada kemauan dari DPR, jadi ya sulit, ” pungkasnya.
Tambahkan Komentar