Readtimes.id– Sebutan the king of lip service yang disematkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM) Universitas Indonesia kepada Presiden Jokowi belum lama ini menguak fakta baru.
Belakangan diketahui, Rektor UI, Ari Kuncoro rangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI ini memperoleh jabatan tersebut pada 18 februari 2020, setelah diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI.
Seperti diketahui, kampus yang berhasil menduduki peringkat pertama versi Asia University Rankings 2021 itu telah menggelar pemilihan rektor sejak 2019 lalu. Pemilihan ini berhasil menetapkan Ari Kuncoro sebagai rektor UI periode 2019-2024 melalui pemungutan suara oleh Majelis Wali Amanat.
Jauh sebelum itu, pria yang menyelesaikan studi S3 nya di Brown University ini juga pernah menjabat sebagai komisaris utama/independen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, yaitu pada 2017-2020.
Rangkap jabatan yang dilakukan oleh Ari Kuncoro ini diduga telah melanggar Peraturan Pemerintah ( PP) Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013, tentang Statuta Universitas Indonesia pasal 35 huruf c yang secara jelas melarang rektor dan wakil rektor merangkap sebagai pejabat badan usaha milik negara/ daerah maupun swasta.
Mengutip pernyataan perwakilan Majelis Wali Amanat UI dari unsur mahasiswa, Ahmad Naufal Hilmy di berbagai media, mengatakan bahwa persoalan rangkap jabatan itu sejatinya telah menjadi fokus MWA dan BEM UI sejak tahun lalu. Tidak berhenti di situ, bahkan Hilmy mengaku telah membuat kajian terkait rangkap jabatan itu bersama BEM UI untuk kemudian hasilnya diserahkan kepada MWA untuk dikaji lebih lanjut.
Kendati demikian, hingga isu tersebut muncul ke permukaan dan menghebohkan publik seperti sekarang ini, belum ada tindak lanjut berupa teguran atau sanksi yang diberikan kepada rektor UI dari pihak MWA selaku badan tertinggi universitas yang mewakili kepentingan pemerintah, masyarakat, dan universitas serta memiliki fungsi pengawasan.
Bahkan bak membuka kotak pandora, belakangan diketahui ternyata tidak hanya rektor UI saja yang melakukan rangkap jabatan, tapi juga Ketua dan Sekretaris MWA UI. Hal ini juga bertentangan dengan pasal 29 Statuta UI yang juga tidak memperkenankan Sekertaris dan MWA memangku jabatan rangkap sebagai pejabat pada jabatan struktural pada instansi dan lembaga pemerintah pusat dan daerah; atau pejabat pada jabatan lainnya.
Seperti diketahui sejak 24 April 2019 Saleh Husin (Ketua MWA) juga rangkap jabatan sebagai managing director di Sinar Mas. Di lingkup pemerintahan, ia ditunjuk sebagai Koordinator Staf Ahli Wakil Presiden RI sejak Desember 2019. Sementara itu sekretaris MWA UI, Wiku Adisasmito, yang tak lain juga merupakan juru bicara Satgas Covid-19 RI.
Profesor Rifdan, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Makassar memandang bahwa fenomena rangkap jabatan ini pada dasarnya tidak terlepas dari regulasi pemilihan rektor universitas yang melibatkan campur tangan presiden di dalamnya.
“Melalui regulasi tersebut pemerintah kemudian menjadikan perguruan tinggi sebagai pendukung seluruh kebijakan yang ada, dan menurut saya ini sangat politis,” terangnya.
Oleh sebab itu, regulasi ini sejatinya secara tidak langsung mencederai hak otonomi perguruan tinggi yang telah berstatus badan hukum untuk kemudian dapat mengurus dirinya sendiri termasuk dalam merespon ekspresi lembaga kemahasiswaan.
Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh aktivis HAM Veronica Koman yang juga memandang bahwa campur tangan presiden dalam pemilihan rektor sejatinya membuat perguruan tinggi tidak lagi memiliki sikap kritis terhadap penguasa.
Melalui akun Twitter @VeronicaKoman, ia mengunggah judul artikel pernyataan Mendagri pada 2017 yang menyatakan bahwa rektor dipilih oleh presiden.
“Oh ini kenapa kampus-kampus tak lagi kritis terhadap penguasa… Gokil berbagai lini dilemahkan, tapi kalo ditanya ntar #YNTKTS,” cuitnya pada Selasa, 29 Juni 2021.
2 Komentar