Semua berawal dari mandat pentolan PDIP, Megawati Soekarno Putri, untuk mengusung seorang Jokowi maju dalam bursa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014.
Dua kali menggandeng tokoh non-muslim sebagai wakilnya di pilkada — di Surakarta dan Jakarta, kader PDIP yang sejak awal dilabeli sebagai partai anti-Islam dan ditambah lagi tidak adanya catatan hitam selama periode kepemimpinannya, membuat tekad pihak lawan semakin bulat untuk menyerangnya dengan isu-isu sektarian seperti anti-Islam menurut penjelasan tertulis dari Ma’mun Murod Al-Barbasy akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta di Republika.
Dan kini pesta demokrasi itu telah usai namun tidak dengan isu-anti Islam yang terus membayangi langkah Jokowi. Bahkan semakin menemukan ruang yang tepat ketika kelompok Islam konservatif Front Pembela Islam ( FPI) yang dinahkodai Rizieq Sihab tiba-tiba muncul dan berhasil menggiring opini publik atas kasus penistaan agama yang berhasil mendakwa Basuki Thahaja Purnama — pasangan Jokowi di Pilkada Jakarta.
Menyadari isu anti-Islam dapat mempengaruhi elektbilitasnya di periode kedua, Jokowi lantas menggandeng salah satu tokoh nasional yang merupakan represenstasi dari muslim yakni kyai Ma’ruf Amin — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini kemudian dibaca sebagai bentuk kompromi politik Jokowi oleh beberapa pengamat politik Indonesia diantaranya Burhnudin Muhtadi, Nyarwi Ahmad, dan Arya Fernandes dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
Seperti yang diketahui Ma’ruf memiliki posisi strategis pada aksi 212 saat itu, yakni dengan memberikan legitimasi agama melalui fatwa MUI untuk melindungi aksi tersebut. Menggandeng Ma’ruf saat itu setidaknya dapat memecah suara dari golongan Islam agar tidak terkonsentrasi pada satu pihak.
Dan kini sekali lagi pesta demokrasi itu telah usai. Namun isu anti-Islam tetap tinggal, bahkan kini tak hanya FPI dan Rizieq Sihab yang hadir menjadi oposisi yang paling konsisten, hadir juga Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang mendeklarasikan kelahiran kembali Partai Masyumi. Salah satu tokoh pencetusnya adalah Din Syamsuddin –mantan Ketua Muhammadiyah. Dan Partai Ummat besutan Amien Rais yang kini tengah dalam proses penggodokan dan siap deklarasi Januari 2021 . Semuanya hadir dengan alasan yang tak jauh berbeda.
Menetapkan kebijakan peringatan hari santri nasional, masuk dalam 20 nama tokoh muslim berpengaruh versi pusat studi Islam Yordania beberapa tahun berturut-turut, nyatanya tak lantas cukup untuk menjadikan Jokowi sebagai sosok pemimpin yang dikenal ramah terhadap Islam.
Segala kebijakan menjadi sorotan . Upaya penertiban akan tetap dinilai represi. Tapi Jokowi tetaplah Jokowi, tidak punya beban karena 2024 tak mungkin maju lagi.
Tambahkan Komentar