Readtimes.id– Ledakan tungku terjadi di pabrik smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah pada Minggu (24/12). Akibat kejadian tersebut, sebanyak 13 orang dinyatakan meninggal dunia dan sisanya luka-luka.
Berdasarkan hasil investigasi sementara, kecelakaan tersebut diakibatkan adanya cairan yang memicu ledakan ketika sejumlah pekerja tengah melakukan perbaikan tungku dan pemasangan plat pada bagian tungku.
“Penyebab ledakan diperkirakan, karena bagian bawah tungku masih terdapat cairan pemicu ledakan, saat proses perbaikan tersebut. Kemudian terjadi ledakan,” ujar Kepala Divisi Media Relations PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Dedy Kurniawan dalam keterangannya, Minggu (24/12).
Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi. Menurut data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 53 orang pekerja smelter meninggal dunia di smelter nikel di Indonesia, termasuk IMIP pada 2015 – 2022.
“Pemberitaan yang tayang di media dalam rentang 2015-2022 menunjukkan 53 pekerja smelter meninggal terdiri atas 40 pekerja Indonesia dan 13 WNA China di smelter nikel di Indonesia termasuk IMIP,” ujar YLBHI dalam keterangan resminya.
Menurut data pemantauan YLBHI pada Januari – September 2023, ada 19 kejadian kecelakaan di smelter nikel di Indonesia. Ada 16 orang korban meninggal dunia dan 37 terluka dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Besarnya angka kecelakaan kerja di smelter nikel tersebut mengindikasikan tidak adanya keseriusan dalam memperbaiki keadaan dan kondisi kerja di kawasan industri Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan konsep hilirisasi di industri mineral Indonesia yang memiliki banyak resiko terhadap kehidupan dan keselamatan lingkungan dan buruh.
Berkaca pada kasus kebakaran di smelter Morowali tersebut, evaluasi terhadap kawasan industri pengolahan nikel di Indonesia sudah seharusnya ditingkatkan. Evaluasi pun harus dilakukan secara menyeluruh.
“Kami mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap semua kawasan industri pengolahan nikel yang ada di Indonesia. Evaluasi itu tidak terbatas pada audit kondisi kerja namun juga bagaimana perusahaan memperlakukan para pekerjanya. Banyak kriminalisasi terjadi pada karyawan termasuk ketika mereka menuntut perbaikan kondisi kerja,” ujar Arko Tarigan, Juru Kampanye Mineral Kritis Trend Asia.
Editor: Ramdha Mawaddha
61 Komentar