Readtimes.id– Hadirnya perdagangan elektronik (e-commerce) semakin memudahkan baik produsen maupun konsumen. Pengusaha kecil yang baru merintis pun bisa mendapatkan akses pasar yang lebih luas dengan kehadiran e-commerce.
Salah satu perusahaan teknologi all commerce, Bukalapak, memiliki misi memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia melalui inovasi dan teknologi. Tujuannya agar tercipta “A Fair Economy For All” atau perekonomian yang adil dan merata untuk semua.
Menurut Direktur Bukapengadaan Bukalapak, Hita Supranjaya, Bukalapak membuka ruang yang lebih besar bagi UMKM untuk menjangkau konsumennya hingga pelosok Tanah Air.
Hal ini juga dilakukan Hita Supranjaya bersama timnya ketika hadir di Sulawesi Tengah selama beberapa hari. Mereka melakukan sosialisasi dan pelatihan di tiga titik, yaitu dengan pihak Pemprov Sulteng, Pemerintah Kota Palu, Pemerintah Kabupaten Donggala, serta sejumlah UMKM, Senin-Rabu (14-16/2).
Selain itu, Hita Supranjaya dan tim bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Donggala berkomitmen mengembangkan UMKM melalui digitalisasi di Kabupaten Donggala. Salah satu yang akan dikembangkan dan dipasarkan adalah Sarung Donggala.
“Kami berkomitmen akan membantu memasarkan Sarung Donggala,” ujar Ketua Kadin Donggala, Rahmad M. Arsyad, saat berkunjung di Desa Towale Kabupaten Donggala, Rabu (16/2).
Pengembangan dan pemasaran Sarung Donggala dari para penenun di Desa Towale ini, lanjut dia, menjadi salah satu komitmen Bukalapak dan Kadin Donggala.
Sebab, Sarung Donggala adalah kain tenunan sutra di daerah pesisir Kabupaten Donggala. Seperti diketahui bahwa Donggala merupakan kota tua bekas pelabuhan di era kolonial di Sulteng.
Tradisi menenun sarung Donggala atau ‘buya sabe’ bahasa Kaili, ‘lipa sabbe’ bahasa Bugis, dari generasi ke generasi telah diwariskan masyarakat Donggala.
Pada kesempatan itu, Hita Supranjaya berdialog dengan dua penenun Sarung Donggala di Desa Towale, Rubia dan Safia.
Hita Supanjaya kagum ketika mendengar penuturan penenun bahwa proses tenun Sarung Donggala untuk menjadi sebuah sarung dilakukan 15 sampai 30 hari.
“Kalau saya satu bulan pak, karena pagi saya menjual kue, sore jam tiga baru menenun sampai mengaji di Masjid,” tutur penenun Rubia.
Sementara Hita Supranjaya juga menanyakan perihal penjualan atau pemasaran Sarung Donggala kepada keduanya. Mereka mengaku bahwa sebelum menenun mereka sudah menerima order duluan. Artinya mereka menerima bahan baku dari pihak yang order.
“Kalau yang ini sudah ada yang beli. Kami tunggu benang dulu baru kerja,” ujar Safia menambahkan.
Mendengar penuturan keduanya, Hita Supranjaya menyampaikan akan membantu penenun Sarung Donggala untuk memasarkan produknya di Bukalapak melalui komitmen kerja sama dengan Kadin Donggala.
Tambahkan Komentar