Readtimes.id- Morowali Utara sebagai industri penghasil baterai nasional untuk kendaraan listrik, serta Kalimantan penghasil batubara untuk sumber energi listrik. Namun, daerah sekitar industri masih mengalami krisis listrik. Masyarakat sekitar sering mengalami mati lampu atau pemadaman bergilir.
Sistem kelistrikan harus seimbang antara supply and demand yang bisa beroperasi secara continue, secure, security, kuality. Listrik yang kita pakai harus berkelanjutan dan aman. Kita butuh listrik bukan hanya 2 jam, 3 jam atau 7 jam saja. Paling tidak berlangsung lama. Keseimbangan pasokan dan permintaan, menentukan kualitas listrik ditunjukkan dengan kestabilan tegangan dan frekuensinya.
Semua alat listrik dirumah, ada batas tegangan dan frekuensi yang dianggap harus dipenuhi sumber daya listrik oleh PLN sehingga kualitasnya terjamin. Demand adalah beban atau jumlah sambungan yang harus dilayani oleh pembangkit.
Kepala Puslitbang Energi dan Kelistrikan Unhas, Ir. Muhammad Bachtiar Nappu, ST, MT, M.Phil, Ph.D mengatakan krisis listrik terjadi akibat lebih besar pasak daripada tiang. Ketika ada beban tapi tidak ada supply sehingga terjadi krisis. Katakanlah di Morowali, dalam hasil penelusuran saya, ternyata isolatif area dari sistem kelistrikan. Pulau Sulawesi ada sistem kelistrikan untuk pemenuhan kebutuhan listrik penduduknya. Terdiri dari Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel), utara dan tenggara. Daerah Bungku dapat dilihat dari jaringan kelistrikan yang ada. Sistem kelistrikan Sulbagsel sampai wilayah Kendari, belum menyentuh ke Bungku, namun sudah ada perencanaan usaha penyediaan tenaga lsitrik atau RUPTL.
Rencana pembangunan penyedia usaha tenaga listrik, tiap tahun direvisi oleh PT PLN (Persero). Penyebab terjadinya mati lampu dan adanya pemadaman bergilir, diakibatkan oleh sistem greet Sulbagsel di Morowali. Seperti di Makassar dan Parepare, semua terhubung dengan sistem kelistrikan yang disebut dengan transmisi ke gardu induk.
“Sistem kelistrikan dalam menjalankan atau mengoprasikan kelistrikan. harus ada pembangkit. Kemudian pembangkit, masuk ke gardu induk. Kemudian ke gardu induk lalu di transmisikan, dikirimkan melalui transmisi tegangan tinggi. Daerah Morowali seperti Bungku, belum memadai untuk jaringan kesana. Sehingga tidak ada suplai dari dua sistem besar dari Sulawesi selatan atau Sulawesi utara. Akibatnya, terbatasnya pelayanan dengan kapasitan yang terbatas,” ujarnya kepada readtimes.id, Kamis 25 Maret 2021.
Ketidak seimbangan antara pasokan dan permintaan. Dapat dilihat dari permintaan masyarakat yang tinggi dibanding pasokan yang disediakan PLN. Misalnya PLN punya pembangkit disana 5 MW, tetapi ternyata beban dan konsumen yang dilayani 10 MW, 20 MW atau dua kali lipatnya. Artinya tidak bisa dilayani semua. Untuk menjalankan sistem seperti ini, harus ada pemadaman bergilir. Pada hakikatnya pemadaman bergilir itu adalah proses pemotongan beban yang berpindah-pindah. Disesuaikan dengan besar kapasitas suplynya atau pembangkit yang menyuplai sistem yang terisolasi.
Lalu Bagimana Cara Mengatasinya?
Cara mengatasinya dengan melakukan percepatan pembangunan jalur transmisi antara Wotu dan Bungku. Dengan merealisasikan jaringan transmisi kesana, membuat sambungan gardu induk kemudian disambungkan dengan jaringan transmisi. Lalu membuka daerah terisolasi, kemudian menghubungkan dengan sistem Sulbagsel atau Sulbagut. Meski daerah Morowali, sudah ada perencanaan khususnya tempat gardu induk di Bungku. Kemudian dihubungkan ke daerah Wotu serta di Malili untuk disambungkan. Karena suplai oleh PLTA Sulewana yang mungkin juga kapasitasnya masih kecil. Sehingga satu-satunya jalan, harus disambungkan ke greet besar, melalui sistem Sulbagsel mungkin lewat Wotu atau Malili.
“Ketika proses masih lama dan berbelit-belit, apalagi jaraknya ratusan kilometer antara Wotu dengan Bungku. Apabila kebutuhan masyarakat disana sudah semakin mendesak. Apa boleh buat, disana dalam catatan saya disana ada industri besar. Ada Kawasan Indonesia Industri Morowali Park. Bahwa sudah ada pembangkit PLTU atau pembangkit listrik batubara,” tambahnya
Ketika kebutuhan listrik untuk pabrik sudah terpenuhi dan terdapat selisih artinya ada daya yang berlebih. Sehingga selisih inilah yang dimanfaatkan untuk daerah sekitar pabrik. Apabila PT PLN masih terkendala untuk menghubungkan dengan gardu induk di Wotu dengan yang di Bungku, maka perlu ada Kerjasama antara PLN dengan perusahaan untuk pemanfaatan selisih energi atau daya yang tidak terpakai disana untuk kemudian memberikan bantuan suplai dan ke sistem Morowali.
Target jangka pendek PLN diberikan amanah agar supaya melistriki warga negara Indonesia dimanapun penduduknya. Kalimantan pengasil batubara kita masih belum bisa lepas. Paling tidak kawasan disekitar harus diperhatikan juga. Morowali sebagai sumber devisa tapi terjadi krisis listrik, itu ibarat anak ayam yang mati dilumbung padi. Harus ada upaya yang ekstra ordinary agar masyarakat bisa medapatkan layanan listrik yang berkelanjutan dan aman.
474 Komentar