Readtimes.id– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyebut bahwa aksi unjuk rasa memperingati 63 tahun Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat pada 2 Desember di Makassar kemarin mendapatkan respon berlebihan dari aparat keamanan.
Hal ini berujung pada ditangkapnya 3 orang masa aksi termasuk seorang Asisten Pengabdi Bantuan Hukum dari LBH Makassar yang tengah memantau jalannya aksi.
LBH mengungkapkan bahwa sikap aparat yang yang merespons aksi Papua dengan tindakan represif ini sudah terjadi berulang kali.
“Kejadian ini bukan yang pertama. Sejak 2018, kami mencatat adanya peningkatan tindakan represif terhadap aksi-aksi mahasiswa Papua. Polisi kerap menggunakan alasan keamanan, padahal seharusnya mereka menangani akar masalahnya, bukan malah membatasi hak untuk menyampaikan pendapat. Aparat mestinya menjalankan fungsi perlindungan, bukan pembatasan,” ujar Salman Azis, Kepala Divisi Riset, Dokumentasi, dan Kampanye LBH Makassar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Readtimes, Rabu 4 Desember 2024
Dia juga mengatakan bahwa tindakan berlebihan yang dilakukan oleh personil Polrestabes dinilai tidak sepadan dengan situasi yang akan dihadapi. Hal ini dapat terlihat dari kehadiran parat dengan senjata lengkap, melepaskan tembakan gas air mata merupakan perintah atasan yang tidak melihat konteks ancaman yang sejatinya hanya berhadapan dengan massa yang hanya sebatas menyampaikan pendapat.
Selanjutnya,Wilman dari LBH Makassar juga mengungkapkan kesaksiannya di lapangan bahwa pada pukul 10.45 WITA, demonstran belum tiba di titik aksi, massa dipaksa mundur. Terdengar tembakan gas air mata dari arah aparat keamanan ke arah massa aksi. Hal ini menyebabkan massa aksi berhamburan menyelamatkan diri. Bertubi pukulan pentungan ikut menyertai termasuk tembakan peluru karet, memukul mundur massa aksi.
“Polisi menarik paksa salah satu massa aksi disusuli dengan tendangan, serta memukul menggunakan pentungan,” beber Wilman LBH Makassar dalam kesaksiannya.
Berdasarkan hasil pantauan Tim LBH Makassar, terdapat 15 mobil Polisi terparkir di sekitar Asrama Papua Kamasan. Sementara itu, di depan Asrama terdapat 1 unit mobil water canon, 1 unit mobil pengurai massa dan ratusan aparat gabungan yang terdiri dari Polrestabes Makassar dan Brimob Polda Sulsel berpakaian lengkap, dengan helm, pentungan dan tameng. Terlihat juga puluhan anggota TNI siaga di sekitar Asrama.
Jika mengacu pada fakta di lapangan, massa aksi telah dihadang sejak awal ingin keluar dari halaman Asrama Kamasan. Tentu hal ini merupakan satu pembungkaman, serta memangkas hak massa aksi dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
“Demonstran dalam hal ini Mahasiswa Papua hanya ingin menyampaikan pendapat di muka umum, ini merupakan hak asasi manusia yang dilindungi bahkan konstitusi, pasal 28E UUD 1945 menjamin itu. Mestinya aparat keamanan juga melindungi, bukan malah melakukan tindakan represif,” tegas Hutomo Mandala Putra.
Tindakan aparat seperti yang terjadi terhadap masa aksi jelas menunjukan sikap aparat yang tidak sama sekali menunjukan perlindungan terhadap masa aksi yang melakukan aksi, padahal masa aksi tidak melakukan tindakan kriminal.
Adapun terkait tuntutan apa saja yang ingin disampaikan oleh masa aksi, mengutip rilis resmi Forum Solidaritas Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Papua (FSMP-PRP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), LBH mengungkap bahwa ada beberapa poin yang ingin disampaikan masa pada saat aksi kemarin diantaranya menghentikan program pengiriman transmigrasi ke Papua baik itu transmigrasi legal yang dibiayai negara maupun transmigrasi ilegal yang diberangkatkan ke Papua.
Kemudian buka akses Jurnalis seluas-luasnya di West Papua, tarik militer organik dan non-organik dari West Papua, segera tangkap, pecat dan adili pelaku penembakan Tobias Silak di Yahukimo, segera usut tuntas kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap Ibu Tarina Murib .
Selanjutnya hentikan proyek strategis nasional berupa cetak sawah dan penanaman tebu di Kab. Merauke yang merampas tanah adat Rakyat Papua di wilayah Merauke seluas 2 juta hektar, bebaskan seluruh tahanan politik West Papua tanpa syarat, Tutup PT. Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Balok Wabu dan Migas di Timika.
Hentikan pembangunan 4 Kodam tambahan, 4 Polda dan pengiriman 5 batalyon penyanggah tambahan serta pembangunan berbagai fasilitas militer yang justru menjadi dalam dari kekerasan kemanusiaan di Papua, tangkap, adili dan penjarakan jendral pelanggaran HAM,hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI/PolriHentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Maybrat, Yahukimo, dan seluruh wilayah di West Papua
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar