Judul : Logika Bukan Hanya untuk Orang Pintar
Penulis : Soe Tjen Marching
Penerbit : Globalindo
Tahun terbit : Maret 2021
Tebal : 238 halaman
Jika kalian masuk golongan orang-orang yang menganggap logika sebagai ilmu yang susah nan memusingkan, atau hanya jadi bahan bermain-main dengan pikiran tanpa juntrungan, cobalah membaca “Logika Bukan Hanya untuk Orang Pintar”. Seluruh cara pandang keliru itu akan rontok seketika. Buku non-fiksi yang ditulis oleh Soe Tjen Marching ini berhasil membumikan logika sebagai ilmu praktis, meletakkan logika sebagai senjata yang ampuh untuk menganalisis keadaan sosial yang manipulatif dan kekuasaan yang menindas.
Buku yang relatif tipis ini tidak berisi teori-teori yang njlimet atau konsep-konsep dalam ilmu logika yang barangkali terkesan melangit. Dia menyajikan kita pemahaman akan teori dasar serta tokoh-tokoh penting dalam sejarah yang memberi sumbangsih berharga dalam perkembangan ilmu logika. Teori-teori serta tokoh-tokoh tersebut dieksplorasi tanpa melepaskan konteks multidimensinya—konteks sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya di mana teori dan tokoh itu lahir dan dikembangkan.
Dan menariknya, yang kemungkinan besar akan membuat pembaca terlibat dengan buku ini adalah latihan dan diskusi dengan soal-soal menarik dan kadang nampak kocak untuk menguji teori dasar yang sudah dipaparkan—lengkap dengan kunci jawabannya. Sepanjang lima bagian awal berturut-turut kita akan bertemu dengan latihan yang sangat mengasyikkan, mulai dari mengidentifikasi kalimat yang mana mengandung ethos, patos, dan logos, mengenali berbagai macam kesalahan berlogika seperti ad hominim (menyerang pribadi orang, bukan argumennya), ad populum (menyatakan argumen itu benar karena banyak orang menyetujuinya), ad ignorantium (mengambil kesimpulan hanya karena sesuatu tidak terbukti bersalah)—dan masih banyak lagi, sampai menganalisa argumen induksi dan deduksi Aristoteles yang sangat terkenal itu.
Buku ini memberi kita pemahaman cukup mendalam tentang ilmu logika, serta menyajikan informasi historis perkembangan ilmu logika di berbagai belahan dunia—dari Eropa sampai dunia timur dan asia. Dan temanya beragam—mulai dari logika Aristoteles, logika teisme dan ateisme, sampai logika feminisme. Tidak lupa pula bagian terakhir dilengkapi dengan fenomena kritik terhadap logika itu sendiri.
Mengapa ilmu logika penting dipelajari
Berlogika, kata penulis buku ini, adalah “…berpikir dengan landasan ilmu pengetahuan, yang bisa dibuktikan.” Berlogika membuat kita bisa memahami fenomena kehidupan sosial dan alam sekitar kita dengan lebih jernih dan kritis. Jernih dalam artian melepaskan unsur mitos dari pikiran, dan kritis dalam makna menyingkirkan dogma atas nama agama ataupun politik. Intinya: logika senantiasa mengingatkan kita untuk terus bertanya dan bertanya, jangan menerima sesuatu pendapat tanpa analisa yang kritis.
Tapi meskipun demikian, penulis buku ini tetap menekankan bahwa berlogika itu juga butuh kerendahhatian. Kenapa kita harus rendah hati dalam berlogika? Karena, kata penulis, “…kepercayaan kita bisa salah dan bahwa seringkali diperlukan kerja keras dan ketelitian yang luar biasa untuk mengerti fenomena alam yang tampaknya sederhana.” Di dalam buku ini ditunjukkan kepada kita perkembangan ilmu logika dari masa ke masa, dari masa Aristoteles hingga masa modern ini—di mana teori dan konsep dalam logika terus dikembangkan.
Dalam buku ini juga ada sebaran cerita di mana beberapa tokoh yang mengembangkan ilmu logika justru bernasib nahas atas teori atau konsep berpikir yang dikembangkan. Misalnya, dalam dunia Islam ada Ibnu Rusyd yang mengembangkan ilmu logika Aristoteles pernah diasingkan oleh otoritas di Maroko karena pemikirannya yang dianggap terlalu rasional. Atau juga pemikir-pemikir ilmu logika yang dianggap ateis oleh pihak gereja di Eropa.
Artinya adalah berlogika itu bisa membuat kita jernih dalam berpikir, tapi sekaligus bisa berbahaya jika berhadapan dengan kondisi sosial atau politik yang merasa terancam oleh pemikiran kritis kita.
Sungguh buku yang meruntuhkan banyak mitos tentang ilmu logika sekaligus mencerahkan. Bacalah!
221 Komentar