RT - readtimes.id

Menakar Dampak Kenaikan PPN Jadi 11 Persen

Readtimes.id– Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rencananya akan mengalami kenaikan, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Naiknya tarif PPN menyusul disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Ditjen Pajak (DJP) bersama instansi pemerintah terkait akan terlebih dahulu memperhatikan perkembangan harga-harga terkini sebelum memberlakukan tarif PPN baru.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, mengatakan tujuan kenaikan tarif PPN tersebut adalah untuk meningkatkan tax ratio yang terus turun sejak 10 tahun terakhir, meski DJP telah melakukan banyak hal.

Tax ratio adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) pada masa yang sama. Tax ratio merepresentasikan kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.

“Jika tax ratio rendah, berat bagi pemerintah untuk mengalokasikan penerimaan pajaknya ke anggaran pengeluaran yang terus membengkak,” jelas Prianto kepada Readtimes.id (8/3).

Data DJP Kementerian Keuangan, pada 2012 rasio pajak nasional masih sebesar 14 persen. Namun angka tersebut terus merosot sampai tahun lalu.

Bahkan sejak 2019 rasio pajak Indonesia selalu berada di bawah 10 persen yaitu sebesar 9,76 persen di tahun 2019, lalu setahun 2020 sebesar 8,33 persen, dan tahun lalu mulai mengalami kenaikan kembali menjadi 9,11 persen.

Prianto juga mengatakan praktik aggressive tax planning yang terjadi di sistem pajak atas penghasilan (PPh) juga berakibat pemerintah menggeser fokus pemajakannya dari basis penghasilan ke basis konsumsi, yaitu PPN.

Aggressive tax planning adalah tindakan yang dilakukan wajib pajak untuk mendapatkan keuntungan pajak atau mengurangi maupun mengelak dari kewajiban perpajakannya. Tujuannya untuk menjaga likuiditas perusahaan atau memanipulasi penghasilan di bawah batas yang disyaratkan untuk membayar pajak.

Tuai Kritik

Prianto juga tidak menapik kebijakan ini akan menimbulkan banyak kritik terutama dari masyarakat sebagai konsumen yang akan terdampak akibat penyesuaian PPN 11 persen. Meski demikian, melihat kondisi keterbatasan ruang fiskal yang terjadi saat ini, implementasi penyesuaian PPN 11 persen memang harus dilakukan pada April mendatang.

“Jika masih ada kelompok masyarakat yang mengkritik, tidak menjadi masalah karena setiap kebijakan pasti akan memunculkan pro dan kontra, jadi pemerintah perlu perbanyak sosialisasi terkait tujuan keputusan ini” jelas Prianto.

Ketua Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu juga menegaskan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kebijakan ini. BKF telah menganalisis bahwa penyesuaian PPN ini tidak akan berdampak besar terhadap inflasi.

“Kalau kita lihat, kita sudah estimasi dampaknya ke inflasi masih minimal. Jadi tidak usah khawatir dampak dari kenaikan PPN ke inflasi. Inflasi sejauh ini masih terkendali,” ungkapnya melalui keterangan resmi

Keputusan kenaikan PPN ini merupakan keputusan politik yang telah disepakati pemerintah dan rakyat melalui perwakilan mereka di DPR.

Sesuai UU HPP, tarif PPN 11 persen juga akan menjangkau barang kebutuhan pokok yaitu makanan dan minuman (mamin). Selain itu terdapat beberapa objek pajak yang akan terkena kebijakan penyesuaian tarif PPN baru, yakni barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti elpiji tertentu dan gas bumi.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: