RT - readtimes.id

Menyoal Pajak Karbon dalam UU HPP yang Berlaku 2022

Readtimes.id– Ketentuan soal pajak karbon  tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang resmi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) awal Oktober ini. 

Kemunculannya diklaim sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan usaha sendiri atau 41 persen   dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Hal ini sesuai Perjanjian Paris yang ditandatangani Indonesia pada 2015 silam. 

Dalam UU HPP ketentuan terkait pajak karbon tersebut terdapat di dalam Pasal 13 Bab IV tentang Pajak Karbon. Di sini mengatur terkait beberapa hal diantaranya pengenaan pajak karbon yang dikenakan atas emisi karbon dengan memperhatikan roadmap atau peta jalan pajak  karbon. Yaitu sebelumnya harus  mendapatkan persetujuan DPR seperti tertulis dalam pasal 13  ayat 4 dan diterapkan secara bertahap. 

“Kebijakan peta jalan pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR,” bunyi ayat tersebut. 

Patut diketahui, fokus roadmap pajak karbon pertama yang berjalan tahun ini adalah tentang  pengembangan mekanisme perdagangan karbon. 

“Ini basic-nya adalah pengakuan kita bahwa karbon memiliki nilai ekonomi jadi kita akan melakukan pengenaan pajak karbon dengan mekanisme cap and tax trade,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara seperti yang dikutip dari laman berita Antara. 

Baca Juga : Pajak Karbon Solusi Tekan Emisi ?

Adapun pada tahun  2022-2024 adalah penerapan pajak karbon pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara berdasarkan mekanisme pajak batas emisi atau cap and tax dengan tarif Rp30 ribu per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). 

Sementara untuk 2025 dan seterusnya implementasi perdagangan karbon dilakukan secara penuh  bersamaan dengan perluasan sektor pemajakan pajak karbon yang akan dilakukan secara bertahap  sesuai kesiapan sektor terkait. 

Siapa Subjek Pajak Karbon? 

Dalam UU HPP subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. 

Dalam pasal 13 ayat 6 UU HPP subjek pajak karbon yang masuk dalam kriteria tersebut nantinya akan dikenakan pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. 

Adapun momen subjek pajak akan terutang pajak karbon yakni pertama adalah pada saat pembelian barang yang mengandung karbon. Kedua adalah pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu. Atau, saat lain yang diatur lebih lanjut dengan berdasarkan peraturan pemerintah. 

Seperti yang telah disinggung sebelumnya untuk tahun depan yakni April 2022 pajak karbon baru akan dikenakan pada sektor PLTU batu bara.

Belum Detail

Secara garis besar pasal terkait pajak karbon dalam undang-undang ini belum detail dalam menjelaskan beberapa hal seperti salah satunya adalah alokasi penerimaan pajak untuk pengendalian perubahan iklim.

Dalam ketentuan  yang tercantum dalam ayat 14 b Pasal 13 UU HPP,  alokasi penerimaan pajak untuk pengendalian perubahan iklim masih  harus diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

Begitu pula dengan pengaplikasian pajak karbon terhadap para pelaku usaha di Indonesia, penetapan dan perubahan tarif pajak karbon, serta penambahan objek pajak yang dikenai pajak karbon yang juga masih membutuhkan sejumlah aturan tambahan.

Avatar

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: