Readtimes.id– Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya terbukti melanggar kode etik dalam proses penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
DKPP memberikan peringatan keras terhadap KPU atas pelanggaran tersebut. Pemberian sanksi dibacakan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Heddy ketika membacakan putusan.
DKPP menyatakan Ketua KPU dan enam anggotanya yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.
Sayangnya, keputusan DKPP ini tidak berarti apa-apa. Tidak ada pemberhentian terhadap Ketua KPU, meski telah beberapa kali lakukan pelanggaran.
“Ketua KPU kan sudah tiga kali dia diberi peringatan ini semestinya kan harus ada pemberhentian dengan tidak terhormat karena ini sudah yang ketiga kalinya ini ya, nah itu yang tidak terjadi,” ujar pengamat hukum pemilihan umum dan parpol, Fajlurrahman Jurdi kepada Readtimes pada Selasa, 6 Februari 2024.
Akibat ketiadaan hukuman tersebut, konsistensi penegakan aturan pun menimbulkan pertanyaan.
“Kalau misalnya peringatan terus jadi dia melanggar lagi besok peringatan lagi, melanggar lagi peringatan terus apa Konsekuensi pelanggaran kode etik berulang? Harusnya diberhentikan tidak hormat setelah 2 kali peringatan. Sayangnya, hal ini tidak terjadi, termasuk di Mahkamah Konstitusi.
Itu yang kami sesalkan,” tambah Fajlurrahman.
Ketidakpastian juga muncul terkait waktu pengumuman putusan DKPP yang dilakukan menjelang Pemilu. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keterlambatan dalam penanganan kasus dan kemungkinan pengaruhnya terhadap proses pemilihan.
Dalam konteks ini, kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu dipertanyakan. Meskipun secara hukum keputusan DKPP tidak memengaruhi validitas pencalonan, namun dampak terhadap kepercayaan publik sangat mungkin terjadi.
“Keputusan ini akan menurunkan kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu, terutama terhadap pasangan Prabowo-Gibran. Cacat etik dan entitas di MK dan PKPU memicu delegitimasi terhadap pasangan tersebut. Meskipun secara hukum sah, kepercayaan publik tetap terdegradasi,” pungkasnya. (AC)
Editor: Ramdha Mawaddha
5 Komentar