Readtimes.id– Tingginya tingkat kematian kelompok lanjut usia (lansia) akibat penularan Covid-19 tidak berbanding lurus dengan angka cangkupan vaksinasi untuk kelompok yang masuk dalam daftar prioritas tersebut.
Tercatat dari 21, 5 juta sasaran vaksinasi untuk kelompok lansia di Indonesia, per 2 September jumlah yang divaksin dosis pertama baru mencapai 24,64 persen atau sekitar 5,3 juta orang. Sementara untuk vaksin dosis dua baru sekitar 17,52 persen atau sekitar 3,7 juta.
Melansir Databoks.Katadata persentase risiko kematian lansia per Agustus lalu mencapai 46,7 persen. Jumlah ini lebih tinggi dari persentase kematian usia produktif, khususnya di usia 19-30 tahun yakni sekitar 12,7 persen dan 31-45 tahun yang mencapai 36,7 persen.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, terdapat empat provinsi yang cakupan vaksinasi dosis kedua terhadap lansia yang masih rendah, yakni Aceh, Sumatera Barat, Maluku Utara dan Papua.
“Oleh karena itu, kami harap stakeholder terkait terutama di daerah untuk menyusun kembali strategi untuk menjangkau populasi rentan ini,” kata Nadia dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden.
Di samping itu dalam wawancaranya bersama media, Nadia mengungkapkan ada beragam alasan yang menyebabkan mengapa cangkupan untuk vaksinasi kelompok lansia masih rendah, salah satunya takut dengan efek samping vaksin.
“Ada yang tidak percaya Covid-19, masih takut dengan efek samping dan punya komorbid,” terang Nadia.
Dihubungi secara terpisah, dokter penyakit dalam Suriana Dwi Sartika dari Rumah Sakit Hikmah Makassar, menjelaskan bahwa sejatinya efek samping suntikan Covid-19 pada lansia tidak jauh berbeda dengan mereka yang masih di usia produktif. Seperti reaksi sistemik berupa demam, fatik (lemas), nyeri otot dan sakit kepala yang sifatnya sementara.
Namun tidak dipungkiri proses vaksinasi untuk kelompok lansia memang sedikit berbeda dengan mereka yang masih masuk dalam usia produktif, karena terkadang pada banyak kasus di lapangan mereka mempunyai penyakit bawaan atau komorbid. Untuk itu harus melalui sejumlah penilaian terlebih dahulu sebelum menjalani vaksinasi.
“Jadi harus dilihat apakah ada komorbid, bagaimana aktivitas kesehariannya, atau sedang mengkonsumsi obat tertentu,Ini nanti yang dinilai oleh para tim vaksinator. Dan jika misalnya para vaksinator ini kemudian ragu untuk melakukan vaksin baru diarahkan ke bagian penyakit dalam,” terang Suriana.
Lebih jauh Suriana juga mengungkapkan bahwa terkadang kelompok lansia cenderung tidak menjadi prioritas di lapangan karena adanya anggapan dari pihak keluarga bahwa mereka bukan lah sosok yang produktif dengan setumpuk aktivitas di luar rumah, sehingga tidak mendesak untuk mendapatkan vaksin.
Padahal, faktanya mereka dengan daya tahan tubuh yang rendah harus menjadi perhatian, karena tidak menutup kemungkinan anggota keluarga usia produktif yang ada di sekitarnya, berpotensi menularkan virus yang dibawa dari hasil aktivitas dari luar rumah dimana dapat berujung fatal ketika kelompok lansia melakukan kontak fisik.
Akselerasi Kebijakan
Pakar kebijakan publik Universitas Hasanuddin, Deddy T. Tikson memandang perlu adanya akselerasi kebijakan dari pemerintah khususnya di daerah untuk meningkatkan cangkup vaksinasi untuk kelompok lansia, mengingat mereka juga mempunyai peranan dalam pencapaian target herd immunity nasional.
Menurutnya, langkah awal yang bisa diambil adalah memastikan terlebih dahulu data jumlah lansia di tiap daerah, setelah itu baru menghitung jumlah vaksinator atau petugas vaksin dalam satu daerah.
“Jika kemudian jumlah vaksinator cukup, maka bisa dengan cara mobile atau dengan cara didatangi satu per satu di rumah. Jika tidak, maka pemerintah daerah bisa mengadakan vaksinasi dalam skala kelurahan atau bahkan RW/RT khusus untuk lansia dengan jadwal yang sudah direncanakan sebelumnya,” terangnya.
Selanjutnya untuk menghindari adanya kerumunan saat vaksin, dapat dibuatkan penjadwalan khusus untuk perorangan dengan menggunakan sistem nomor antrian yang didalamnya memuat jadwal vaksin. Sehingga para lansia yang vaksin hanya datang di hari dan jam yang telah ditentukan.
Ini penting karena akan sedikit sukar menggabungkan vaksinasi kelompok lansia dengan kelompok lain. Memperhatikan kondisi dan daya tahan tubuh mereka yang terkadang tidak mampu untuk mengantri saat vaksin, atau bahkan menempuh perjalan jauh ke lokasi vaksin. Sehingga tidak jarang membuat mereka akhirnya tidak melakukan vaksin, terlebih lagi ketika anggota keluarga di sekitar juga tidak mendukung.
1 Komentar