RT - readtimes.id

Pajak THR dan Kontribusinya Terhadap Ekonomi Nasional

Readtimes.id– Jelang perayaan Idulfitri, pemerintah telah memerintahkan pengusaha untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawannya atau pegawai secara penuh. Para karyawan dan beberapa pihak pun ramai memperbincangkan persoalan THR tahun ini. Mulai dari pajak THR hingga bagaimana THR dapat membantu gerak perekonomian.

Pemerintah memastikan pemberian THR dilakukan secara penuh tanpa dicicil. Selain itu, THR bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun pegawai swasta juga sama-sama dikenakan pajak. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan THR termasuk pendapatan pekerja sekaligus objek pajak penghasilan (PPh) pasal 21, khususnya bagi wajib pajak orang pribadi.

Hal ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Kemudian, pengenaan pajak THR antara dua kelompok pekerja ini memiliki perbedaan. Untuk karyawan swasta, pajak THR bisa dibebankan langsung ke penerima atau dibayar oleh pemberi kerja.

Sementara untuk PNS, pajak THR ditanggung oleh pemerintah. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiunan, dan Penerima Tunjangan Tahun 2022.

“Tunjangan hari raya dan gaji ketiga belas sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditanggung pemerintah,” tulis Pasal 13 Ayat 2 aturan tersebut.

Dari kebijakan tersebut, tak sedikit masyarakat yang baru mengetahui dan cukup kaget dengan pengenaan pajak terhadap THR ini. Pasalnya, mereka menilai potongan pajaknya cukup besar sehingga THR yang diterima jumlah bersihnya juga berkurang cukup banyak.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research institute (TRI), Prianto Budi Saptono mengungkapkan memang sudah sejak revisi UU PPh pada tahun 2000, THR menjadi objek pemotongan PPh sesuai Pasal 21 UU PPh atau objek PPh Pasal 21. Sejak 2000, penghasilan pegawai itu dibagi menjadi dua, yaitu imbalan tunai atau benefit in cash (BIC) dan imbalan nontunai atau natura (Benefit in Kind atau BIK).

Sesuai revisi UU PPh menurut UU HPP, semua penghasilan BIK dan BIC saat ini merupakan objek PPh Pasal 21. Secara umum, penanggung pajaknya adalah pegawai sebagai penerima penghasilan. Akan tetapi, sesuai kebijakan perusahaan selaku pemberi kerja, pajak karyawan tersebut dapat ditanggung pemberi kerja.

“Ketika penanggung pajaknya adalah pegawai, pembayaran THR akan terasa berat. Masalahnya, tarif PPh Pasal 21 juga bersifat progresif alias berjenjang sesuai dengan besaran lapisan penghasilan kena pajak (PhKP). Jadi, sangat mungkin kalau THR tersebut terkena tarif pajak yang lebih tinggi lain karena total penghasilan setahunnya meningkat signifikan,” jelasnya.

Prianto menjelaskan, kebijakan PPh 21 atas THR memang tidak bisa dihindari pegawai. Secara substansi, pegawai menjadi penanggung pajak. Akan tetapi, pegawai bisa bernegosiasi dengan pemberi kerja agar pajaknya ditanggung pemberi kerja.

Pemotongan PPh 21 atas gaji, THR dan bonus untuk setiap pekerjaan tentu tidak sama. Hal ini karena di samping tergantung pada besaran objek pajak yang dikenakan, pemotongan PPh 21 juga dipengaruhi oleh kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). THR apabila melewati Penghasilan Tidak Kena Pajak maka akan dipotong PPh Pasal 21.

THR Dorong Pemulihan Ekonomi

Hadirnya THR juga dinilai mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memaparkan transmisi THR ke roda perekonomian salah satunya melalui konsumsi masyarakat. Artinya jika THR diberikan, seharusnya dapat menjadi stimulasi bagi masyarakat untuk melakukan konsumsi ke beragam produk barang dan jasa.

“Jika terjadi permintaan, tentu ada peluang produsen melakukan investasi untuk menambah kapasitas produksi,” jelasnya.

Dampak pemberian THR ini akan berbeda antar kelompok pendapatan. Untuk kelas menengah ke atas, Menurut Yusuf, THR akan lebih mampu mendorong konsumsi mengingat proporsi yang cukup besar dari kelompok ini terhadap total konsumsi.

Sementara untuk kelompok menengah ke bawah, konsumsi THR akan banyak dipengaruhi oleh seberapa besar tekanan inflasi atau kenaikan harga barang akan terjadi. Apabila kenaikan harga barang terjadi, tentu konsumsi untuk kelas ini akan ikut menyesuaikan.

“Secara umum, pemberian THR akan mampu mendorong konsumsi terutama di kuartal II dan pada muaranya akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal yang sama,” jelasnya.

Namun Yusuf belum dapat memperkirakan seberapa besar dampak THR akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh faktor lain.

Namun jika melihat Indeks Penjualan Riil (IPR) yang sudah membaik selama tiga bulan pertama tahun ini dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang juga menunjukkan optimisme terhadap ekonomi ke depan, seharusnya THR bisa memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional.

“Dengan membaiknya kedua indeks tersebut, masyarakat saya nilai semakin percaya diri untuk membelanjakan uangnya, ini bisa dorong pertumbuhan ekonomi juga,” pungkasnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: