
Readtimes.id– Pengangkatan staf khusus kementerian bersamaan dengan kebijakan kebijakan efisiensi anggaran dinilai sebagai bentuk inkonsistensi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Seperti yang diketahui belakangan publik menyoroti pengangkatan staf khusus (stafsus) di kalangan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dilakukan pada 11 Februari 2025 lalu.
Adapun enam stafsus tersebut adalah Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Bidang Komunikasi Sosial dan Publik, Sylvia Efi Widyantari Sumarlin sebagai Asisten Khusus Bidang Keamanan Siber, Indra Irawan Staf Khusus Bidang Ekonomi Pertahanan, Mayor Jenderal (Purn.) Sudrajat Bidang Diplomasi Pertahanan, Kris Wijoyo Soepandji di Bidang Tata Negara, dan Lenis Koyoga Bidang Kedaulatan Negara.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan pengangkatan staf khusus tersebut tidak sesuai dengan tujuan dari kebijakan efisiensi anggaran.
“ Ini menurut saya tidak masuk akal dan pemerintah juga tidak konsisten dalam mengambil kebijakan efisiensi anggaran dengan diperbolehkannya pengangkatan staf khusus itu,” ujarnya.
Ali juga mengkritisi terkait pengangkatan staf khusus yang tidak sesuai dengan kapasitas. Menurutnya itu hanya membuang-buang anggaran.
Adapun terkait tujuan pemangkasan anggaran, Ali melihat Prabowo hanya ingin mengisi kekurangan dana dari program kerja pemerintahannya yakni Makan Bergizi Gratis (MBG)
“Menurut saya, pemangkasan anggaran dengan tujuan untuk diefisienkan itu hanya untuk dihambur-hamburkan ke makan siang gratis itu, agar dapat terlaksana. Hal ini malah menghancurkan perekonomian Indonesia karena banyak anggaran yang dipukul rata pemangkasannya, tidak dilakukan evaluasi dan urgensi sehingga efisiensinya tidak sesuai,” ucapnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Unhas, Anas Iswanto Anwar mengatakan kebijakan efisiensi dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Ia menilai, kebijakan efisiensi anggaran bersamaan dengan pengangkatan staf khusus kementerian juga sebagai bentuk inkonsistensi kebijakan
Dia juga mengkritisi kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan sama rata di semua kementerian. Menurutnya, harus ada skala prioritas dalam penerapan kebijakan ini. Dia menilai, bidang-bidang tertentu seperti pendidikan dan pembangunan infrastruktur perlu dilakukan evaluasi.
“Pemangkasan anggaran jangan disamakan tanpa melihat program dari kementerian tersebut. Jangan sampai, karena pemangkasan yang sapu rata menyebabkan banyak masyarakat yang semakin terpuruk kehidupannya, terutama terkait pekerjaan dan penghasilan,” terangnya.
Sebagai informasi, kebijakan efisiensi anggaran telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kebijakan Efisiensi Belanja APBN Tahun Anggaran 2025. Penghematan anggaran tersebut mencapai Rp. 306,69 triliun.
Editor: Ramdha Mawaddha.
Reporter : Otto Aditia
Tambahkan Komentar