RT - readtimes.id

Parpol Kita dalam Kuasa Undang-Undang dan Kemenkumham

Readtimes.id– Konflik berulang di tubuh partai politik Indonesia tak hanya menyisakan tanya pada institusi partai politik kita namun mengenai kejelasan dan ketegasan aturan yang mengatur bagaimana kelembagaan partai politik itu berjalan, dalam hal ini undang-undang partai politik.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik perlu  ditinjau kembali terutama terkait kejelasan hal-hal yang berhubungan dengan fungsi partai politik seperti rekrutmen, kaderisasi, sosialisasi dan sirkulasi. Mengingat hal ini tak jarang menjadi akar konflik di tubuh partai politik seperti yang pernah disinggung oleh Deputi Riset Ide-C, Akbar Najemuddin.(readtimes.id/9/3/2021)

Hal yang sama juga nampak merebut perhatian  Muhammad Iqbal Latief Ketua KPU Sulawesi Selatan periode 2013-2018, yang memandang bahwasanya perlu adanya revisi undang-undang partai politik untuk menghindari konflik parpol yang terus berulang

” Saya melihat sudah saatnya UU Parpol kita direvisi untuk menghindari konflik yang berulang, terutama pada pasal -pasal yang melonggarkan praktik oligarki politik di tubuh partai” ujar Iqbal Latief saat dihubungi oleh readtimes.id

Pasal yang dimaksud oleh Iqbal Latief ini tak lain adalah pasal 29 yang mengatur terkait rekrutmen anggota parpol. Menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 parpol bisa melakukan rekrutmen warga negara Indonesia menjadi ; anggota partai politik, bakal calon DPR dan DPRD, bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta bakal calon Presiden dan Wakil Presiden, melalui seleksi kaderisasi secara demokratis dan terbuka namun disesuaikan kembali pada AD/ ART Partai serta peraturan perundang-undangan

Hal ini yang kemudian menimbulkan celah bagi partai politik untuk secara leluasa melakukan rekrutmen. Tidak adanya standar minimal terkait jenjang masa pengkaderan yang harus dilalui oleh seseorang dalam undang-undang ketika dicalonkan oleh partai dalam sebuah pemilihan, tak jarang membuat partai menggunakan pendekatan pragmatis dalam proses rekrutmen

” Semua dikembalikan pada AD/ART partai dan tanpa diikuti dengan penjelasan pasal secara rinci, ya wajar saja jika kemudian banyak fenomena non-kader yang maju di bursa pemilihan kan? ditambah lagi mereka yang direkrut jelas mereka yang memiliki modal finansial untuk menggerakkan partai” tambahnya

Kepemilikan modal ini juga yang kemudian menjadikan keputusan partai sangat bersifat sentralistik atau terpusat. Fenomena terhambatnya kader -kader potensial di daerah untuk maju di bursa pemilihan adalah salah satu contohnya. Mereka tak jarang batal maju karena terkendala oleh restu dari pusat. Dalam kasus ini Partai cabang di daerah takkan bisa berbuat lebih meskipun sejatinya mereka lah yang lebih memahami kondisi di daerah ketimbang pusat.

Selanjutnya ketika  disinggung mengenai peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam memutuskan sebuah perkara kepartaian  seperti yang tertuang dalam undang-undang parpol, menurut Iqbal Latief apabila belajar dari beberapa kasus konflik partai yang telah terjadi sebelumnya  pada dasarnya Kemenkumham lebih menggunakan pendekatan politis ketimbang hukum dalam menuntaskan sebuah persoalan.

” Saya melihat pendekatan yang digunakan cenderung politis ya ketimbang menggunakan pendekatan hukum. Ini yang kemudian menurut saya sudah seharusnya apabila jabatan Kemenkumham dipegang oleh mereka yang datang dari kalangan profesional, dalam hal ini tidak memiliki sangkut paut dengan partai”

Kekhawatiran Iqbal ini dapat dilihat ketika Kemenkumham melalui menteri Yasonna Laoly mengesahkan kepengurusan baru Partai Berkarya pada tahun 2020 yang secara tidak langsung menurunkan Tommy Soeharto dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Berkarya . Namun pada akhirnya batal setelah Majelis hakim PTUN Jakarta memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh Tommy Soeharto.

Fenomena konflik partai yang berulang dan keputusan  Kemenkumham yang dinilai cenderung menggunakan pendekatan politis inilah yang kemudian pada akhirnya memperlihatkan betapa pentingnya  penataan kembali kelembagaan  politik dan negara di Indonesia hari ini untuk memastikan terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: