Readtimes.id — Perdebatan mengenai jadwal Pemilihan Kepala Daerah serentak yang diwacanakan akan bersamaan dengan Pilpres dan Pemilihan Legislatif tak dipungkiri menjadi hal yang sangat wajar, bila melihat banyak aspek yang kemudian akan dipertaruhkan.
Beberapa diantaranya adalah mengenai partisipasi publik dan kualitas demokrasi terkait pengetahuan pemilih , yang kemudian menjadi aspek kunci kesuksesan sebuah penyelenggaraan pesta demokrasi.
Untuk menaggapi hal ini Readtimes.id melakukan wawancara ekslusif bersama Endang Sari Komisioner KPU Kota Makassar sekaligus dosen ilmu politik Universitas Hasanuddin
” Partisipasi kemungkinan akan naik tapi kualitas demokrasi terkait pengetahuan pemilih akan masing-masing calon pada semua jenjang baik Calon Presiden, Caleg DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kota/kab, DPD, dan calon kepala daerah pasti akan menimbulkan kerumitan tersendiri ” jelas Endang Sari
Selain itu pihaknya juga menekankan bahwasanya pemilu merupakan sarana untuk memilih pemimpin yang demokratis. Maka dalam prosesnya harus memberikan ruang pada publik untuk terlibat langsung, minimal dengan memberikan waktu dalam mengenali gagasan para calon yang akan bertanding.
Penjelasan Endang ini bukan tanpa dasar jika melihat pengalaman pesta demokrasi serentak pada tahun 2019 yang mana memperlihatkan bahwa wacana pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih banyak menyita perhatian publik ketimbang pemilihan legislatif.
Akibatnya masyarakat hanya berfokus pada mengenal dan mempelajari gagasan capres ketimbang calon anggota legislatif yang notabene memiliki posisi yang sama-sama strategis.
Kecenderungan masyarakat ini yang kemudian berpotensi dimobiliasi oleh pihak- pihak tertentu untuk memilih para calon yang sejatinya tak terlalu begitu dikenal sosok dan gagasannya seperti yang kemudian pernah disinggung oleh Titi Anggraini ( Perludem) dalam harian Kompas yang menyebutkan bahwa dampak dari pemilu serentak adalah kebingungan masyarakat ketika datang ke TPS, dan jatuhnya hanya akan memilih mereka yang sering dilihat saja saat proses kampanye tanpa tahu isi kampanye apa.
Belajar dari ini tentu tak seharusnya penyelenggara pemilu ke depan hanya dipandang lagi sebagai acara serimonial tahunan yang menghabiskan waktu juga uang yang kemudian perlu dipangkas sesuka hati. Melainkan bagaimana mampu menjadi ruang demokratis bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya secara rasional tanpa adanya paksaan yang akan berimbas di kemudian hari
1 Komentar