Readtimes.id—Polemik utang oleh obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berlarut-larut selama puluhan tahun. Data Kementerian Keuangan, selama krisis 1997-1998, lewat program BLBI bank sentral menggelontorkan dana sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank yang hampir kolaps.

Jumlah dana yang cukup besar ini dinilai mampu meringankan beban APBN. Hal serupa juga diungkapkan oleh Direktur Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono.
“Dengan potensi angka menembus Rp100 triliun, tentu penyelesaian kasus BLBI ini akan sangat membantu meringankan beban APBN, namun tidak akan menyelesaikan semua masalah,” ungkapnya.
Meski demikian, Yusuf menerangkan masalah APBN kita hari ini sudah sangat berat. Misalnya beban pembayaran bunga dalam RAPBN 2022 diproyeksikan akan menembus Rp400 triliun. Dengan kata lain, andai kasus BLBI ini tuntas tahun depan, hanya akan meringankan 1/4 dari pembayaran beban bunga utang saja.
Selain itu, langkah mengejar pengembalian dana BLBI ini dinilai sangat positif, namun pemerintah tetap harus melakukan langkah tambahan untuk menekan beban APBN.
“Ini langkah yang positif, tapi pemerintah secara simultan perlu melakukan langkah-langkah progresif lainnya untuk menekan beban APBN. Seperti misalnya reformasi perpajakan, reformasi birokrasi hingga reformasi pengelolaan utang,” jelasnya.
Sejauh ini, masih banyak obligor yang masih berhutang ke negara, baik karena memang melunasi kewajibannya, maupun karena aset yang dijaminkan tidak cukup untuk melunasi.
Kasus BLBI bermula sejak krisis keuangan pada periode 1997-1999. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan krisis tersebut berdampak pada perbankan yang mengalami kesulitan. Akhirnya, pemerintah dipaksa melakukan blanket guarantee kepada seluruh perbankan.
Dalam situasi krisis tersebut, Sri Mulyani mengatakan banyak bank mengalami penutupan, merger, atau akuisisi. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI pun memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami kesusahan.
BLBI tersebut dibiayai dalam bentuk Surat Utang Negara. Saat ini, SUN tersebut masih dipegang BI. Akibatnya, selama 22 tahun ini pemerintah terus membayar pokok dan bunga utangnya.
Tambahkan Komentar