RT - readtimes.id

Penyebab Naiknya Harga Pangan di Awal Tahun

Readtimes.id—Sejumlah bahan pangan mengalami kenaikan sejak menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, bahkan setelahnya, harga beberapa komoditas juga masih melanjutkan tren kenaikan di awal tahun.

Diketahui, kenaikan harga terjadi pada komoditas cabai dengan harga rata-rata Rp100 ribu dari harga Rp40 ribu per kilogramnya.  Harga bawang merah dan telur ayam juga mengalami kenaikan  meski tidak terlalu signifikan. Begitu pula dengan ayam potong dan minyak goreng.

Mengapa kenaikan harga pangan ini seolah selalu berulang setiap tahunnya?

Dirjen Perdagangan dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oka Nurwan menjelaskan kenaikan harga dialami beberapa komoditi bahan pangan. Namun, secara umum dari 13 bahan pokok relatif stabil, kecuali minyak goreng, telur, cabai dan bawang merah.

Kenaikan harga cabai menurutnya terjadi karena cabai memasuki masa akhir panen, ditambah cuaca buruk. Kemudian harga minyak goreng dipengaruhi harga Crude palm Oil (CPO) sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Pada telur terjadi siklus supply dan demand. Supply telur berkurang akibat empat bulan lalu terjadi PPKM dan demand meningkat tajam.

Guru Besar dan Kepala Biotech Center IPB, Dwi Andreas Santosa mengatakan, kenaikan harga beberapa komoditi ini merupakan siklus tahunan yang selalu berulang dan tidak terlalu terkait dengan perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).

“Sebenarnya tidak terlalu berkaitan dengan hari-hari tertentu seperti Nataru, itu hanya siklus tahunan saja. Bahkan dulu pernah waktu lebaran harga daging ayam malah turun, setelah lebaran harganya tambah naik,” ungkapnya kepada Readtimes.id, Senin (10/1).

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) ini juga meyakini harga-harga pangan yang mengalami kenaikan tersebut akan segera turun dalam kurun waktu hingga akhir Januari ini.

“Saya yakin bahwa dalam sebulan ini harga harga akan turun lagi. Dan benar saja harga sudah mulai turun. Cabe yang harganya sempat di atas Rp100 ribu kan juga sudah mulai turun,” katanya.

Andreas kemudian menjelaskan, kenaikan harga memang ada saat hari-hari besar namun pengaruhnya kecil. Juga terkait permintaan pasar yang diperkirakan melonjak untuk memenuhi kebutuhan perayaan hari besar.

Siklus bahan pangan setiap tahun berbeda-beda tergantung masa panen dan iklim juga. Menurutnya, pada pola Nataru tidak terjadi tren kenaikan yang  signifikan, rata-rata tidak mencapai 10 persen angkanya.

Terkait harga cabai yang melonjak cukup drastis, ia menjelaskan bukanlah Nataru penyebab utamanya, melainkan fenomena alam La Nina di akhir 2021, harga cabai naik pada bulan November, Desember hingga Januari ini.

Saat musim kemarau berkepanjangan (El nino) akan sebaliknya, puncak kenaikan dipresiksi akan terjadi pada Juli-Agustus, setelah itu akan mengalami penurunan. Pada kondisi iklim normal harga cabai tersebar dan tidak terjadi kenaikan yang signifikan.

“Cabai naik ini efek La Nina kemarin, kalau terkait telur ayam saya pastikan Februari nanti sudah turun  lagi sampai mencapai titik terendahnya,” jelas Andreas.

Andreas menjelaskan saat terjadi kenaikan harga seperti ini sebenarnya kita tidak usah terlalu khawatir, kecuali tren kenaikan terjadi pada pangan pokok seperti beras. Pun jika harga beras naik tidak lebih dari 10 persen kita tidak perlu khawatir karena fluktuasi itu akan terus terjadi dan kenaikan itu bersifat sementara.

Terlepas dari kenaikan harga tersebut, hal yang ia kritisi adalah kebijakan pemerintah terhadap pangan ini selalu berat sebelah kepada konsumen. Petani terus-menerus dikalahkan dalam berbagai kebijakan, karena kebijakan terlalu terpusat pada perlindungan konsumen.

“Saat harga naik, pemerintah ribut soal inflasi pangan dan sebagainya, tapi kalau harga turun seolah terjadi pembiaran,” jelasnya.

Lebih lanjut, Andreas menjelaskan hal yang sebenarnya perlu dijaga pemerintah adalah bagaimana harga yang tinggi di tingkat konsumen itu bisa tertransformasi dengan baik di tingkat produsen.

“Sehingga pada saat-saat tertentu, sah-sah saja kalau petani dan peternak kecil itu mendapatkan sedikit keuntungan lebih dibanding sebelumnya untuk menutupi ketika mereka mengalami kerugian,” pungkasnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: