RT - readtimes.id

Pinjol: yang Dinanti Rakyat Saat Pandemi

Readtimes.id – Ada yang menarik dari fintech peer to peer atau pinjaman online (pinjol). Bunga setinggi 0.8% per hari, jika dilkalulasi mencapai 24% perbulan, jauh lebih tinggi dari bank, tapi mengalami peningkatan penjualan derastis dari tahun ke tahun.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, bahkan akumulasi penyaluran pinjaman online sepanjang 2020 sebesar 155 triliun rupiah. Angka itu naik 91.3% dari tahun 2019 yakni 81.49 triliun rupiah.

“Data dari AFPI dan Badan perlindungan Konsumen Nasional yang senada dengan data tersebut (data OJK, red) menyatakan kenaikan di kisaran 100%, bahkan lebih,” ungkap pengamat ekonomi dan bisnis, Dr. Alim Syariati, kepada Read Times, Selasa (23/2/2021).

Selain itu, OJK juga menyebut angka tingkat keberhasilan bayar di bawah 90 hari (TKB90) cukup tinggi yakni 95.22%, artinya hanya sekitar 4.7% kredit macet dari transaksi pinjol ini.

Fenomena meningkatnya transaksi pinjol ini, menurut Dr. Alim Syariati, bisa dipelajari dari perilaku masyarakat. Kebanyakan pengakses pinjaman online adalah masyarakat kecil dengan akses pinjaman yang terbatas. Pinjol kemudian hadir dengan persyaratan yang mudah dan proses yang cepat, meskipun dengan bungan yang cukup tinggi.

“Tidak mengherankan bila mereka pula yang paling terdampak oleh efek ekonomi pandemi, sehingga terpaksa mencari dukungan dana dari mana saja. Sebagaimana yang saya sampaikan tadi, pinjol berbasis pada kemudahan, karenanya kenaikan pinjaman ini bisa diprediksi,” tambah staf pengajar UIN Alauddin Makassar.

Selain itu, lanjutnya, pembatasan kegiatan masyarakat juga memukul aktivitas masyarakat kecil, berbeda dengan kelas menengah atas yg masih memiliki simpanan berlebih untuk tinggal di rumah. Warga kecil hanya punya pilihan, kerja atau tidak makan.

“Pilihan yang terbatas tersebut akan sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh pinjol,” tambahnya.

Soal cara menagih pihak pinjol yang sering dikeluhkan debitur, Dr. Alim menilai pinjol yang berbasis aplikasi dan posisi kantor yang bisa dimanipulasi menyulitkan regulator untuk mengatur soal tata cara penagihan ini. Berbeda dengan bank yang punya lokasi kantor yang jelas dan terdaftar sehingga lebih mudah penegakan regulasinya.

“Kondisi ini menyulitkan pihak regulator. Harus ada sinergi antara AFPI, OJK, dan Badan perlindungan Data Konsumen (BPDK), dan Kemkominfo dalam menjaga rambu-rambu pinjol. Sehingga aplikasi yang nakal bisa diblokir oleh pemerintah. Ini juga harus hati-hati dengan potensi tuntutan hukum,” jelas Dr. Alim.

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: