RT - readtimes.id

Pleno Draf RUU TPKS Ditunda, Campur Tangan Presiden Solusinya?

Readtimes.id– Hadirnya Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, nyatanya belum mampu menjadi pelecut bagi DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU- TPKS). 

Hal ini terbukti dengan ditundanya kembali rapat pleno finalisasi draf RUU TPKS yang seharusnya ditargetkan berlangsung pada Kamis (25/11). 

Minimnya dukungan fraksi di parlemen disebut-sebut  sebagai alasan utama RUU yang telah delapan tahun berada di tangan DPR tersebut tak kunjung disahkan, meskipun publik tidak berhenti mendesak. 

Baca Juga :RUU PKS, Harapan yang Tiada Kunjung Sampai

Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya, mengaku jika draf RUU ini dipaksakan ke rapat pleno pada 25 November, kemungkinan besar akan gagal. 

“Kalau dukungan belum firm, jika dipaksakan dilakukan pleno, ya bisa gagal. Kalau gagal, patah sudah lah undang-undang ini. Banyak contoh kasusnya. Kalau sudah patah, sudah tidak bisa lagi diusulkan,” terang Willy pada wartawan, Jumat (26/11). 

Kendati demikian menurut Willy ini akan berbeda jika kemudian Presiden Jokowi mau turun tangan langsung dan mengambil alih RUU TPKS menjadi inisiatif pemerintah. 

“Itu lebih enak, dan mungkin lebih gampang,” ujar Willy. 

Hal ini berkaca pada sejumlah undang-undang inisiatif pemerintah yang cepat diselesaikan  oleh DPR meskipun ditentang oleh publik, dari undang-undang KPK hingga Cipta Kerja. Bahkan belakangan Cipta Kerja dinyatakan “Inkonstitusional Bersyarat” oleh Mahkamah Konstitusi, dan harus diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun saja.  

Baca Juga : Suka-Suka Jokowi

Sementara itu  pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai strategi dalam mengawal Rancangan Undang-undang RUU TPKS. 

Dalam konferensi pers dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan  yang digelar secara hybrid, Kamis (25/11), Bintang mengaku jika komunikasi pemerintah dengan DPR sangat intens untuk RUU ini. 

“Sebenarnya beberapa kali kami dari pihak pemerintah, walaupun ini adalah inisiatif DPR, sudah melakukan koordinasi yang sangat intens untuk mengawal RUU TPKS ini,” ujar Bintang. 

Lebih lanjut pihaknya juga mengaku hingga saat ini   masih menunggu draf resmi berupa naskah akademik dari DPR. Apabila draf naskah tersebut telah diberikan, ujar Bintang, maka nantinya pihak pemerintah akan menindaklanjuti dengan membuat daftar inventarisasi masalah (DIM). 

Lebih jauh pihaknya juga mengaku bahwa pemerintah telah membentuk tim gugus satuan tugas dalam rangka membantu mempercepat disahkannya RUU TPKS tersebut. 

Bukan Lahan Terbuka Permainan Politik 

Dihubungi secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengaku heran dengan  sikap fraksi-fraksi yang justru belum bisa bersepakat soal Draf RUU TPKS di Badan Legislasi. 

Menurutnya RUU TPKS mestinya jauh dari urusan kepentingan politik sehingga sulit memahami adanya perbedaan sikap antar fraksi dalam menyikapi draf RUU  tersebut. 

“Kebutuhan terkait kekerasan seksual itu milik semua rakyat. Sehingga mestinya fraksi-fraksi tak terlampau sulit untuk bersepakat jika draf RUU-nya menjamin misi untuk mencegah dan menegakkan kasus-kasus kekerasan seksual,” terangnya secara tertulis pada readtimes.id 

Dalam keterangannya Lucius juga meminta Baleg untuk memastikan prosedur penyusunan RUU dengan menyiapkan naskah akademik (NA) yang kredibel. Karena menurutnya tidak menutup kemungkinan perdebatan sengit dan saling jegal antar fraksi di DPR dalam membicarakan draf RUU TPKS, juga bisa disebabkan oleh NA RUU TPKS yang dinilai belum bisa jadi panduan bagi penyusunan draf RUU.

Kendati demikian lebih lanjut menurutnya  kasus kekerasan seksual juga  bukan lahan terbuka bagi permainan politik, karena itu menyangkut  urusan kemanusiaan universal. Oleh karena itu menurutnya Baleg harus tuntas dengan pemahaman yang objektif melalui naskah akademik soal apa dan bagaimana mengatur isu kekerasan seksual dalam beleid khusus. 

Ketika disinggung mengenai perlunya campur tangan Jokowi dalam mempercepat pengesahan RUU TPKS, pihaknya mengaku tidak yakin, meskipun hal itu bisa saja dibicarakan bersama ketika menyusun Prolegnas Prioritas 2022 nanti. 

” Walau saya ngga yakin pemerintah mau mengambil beban dari DPR, dan DPR juga tak mau dianggap tak mampu menyusun RUU TPKS itu,” pungkasnya.

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: