Readtimes.id– Ada sebuah ungkapan dalam dunia olahraga yang menyebut bahwa mempertahankan juara jauh lebih sulit daripada merebut. Barangkali, itulah yang sekarang tengah dihadapi tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan, PSM Makassar.
Berhasil merebut gelar juara pada musim kemarin, tentu saja ekspektasi terhadap “Juku Eja” melambung tinggi jelang musim baru. Alih-alih mengulang performa di musim lalu, PSM malah tertatih dan terdampar di papan tengah klasemen sementara Liga 1 Indonesia.
Terbaru, tim asuhan Bernardo Tavares itu gagal memperoleh kemenangan setelah ditahan imbang oleh PSS Sleman pada pekan ke-11 liga 1. Hasil itu hanya sanggup membawa mereka raih 1 poin untuk melengkapi 15 poin raihan mereka.
Jika pada musim lalu mereka masih tak terkalahkan di laga ke-11, hasil berbeda diperoleh PSM pada musim ini. Total, ‘Juku Eja’ telah merasakan 4 kekalahan musim ini, termasuk 2 hasil negatif di Stadion Gelora BJ Habibie Parepare.
Buruknya performa PSM musim ini disebabkan berbagai faktor yang merupakan gabungan antara sebab internal dan eksternal. Kehilangan pemain seperti Ramadhan Sananta jelas merupakan kehilangan besar. Namun, PSM tidak serta merta jadi juara karena seorang pemain semata.
Prestasi yang PSM raih musim lalu tentu tidak lepas dari racikan strategi pelatih asal Portugal, Bernardo Tavares. Ia berhasil meramu tim yang solid dan sulit ditembus, meski dengan skuad yang minimalis. Tim yang kompak dan sulit tersebut jadi resep ampuh PSM dalam menjuara BRI Liga 1 musim lalu walau tidak bergantung pada dominasi penguasaan bola.
Sayangnya, hasil berbeda malah diraih PSM musim ini. Pertahanan yang solid tersebut tidak dibarengi dengan kedisiplinan lini terakhir yang kerap melakukan kesalahan.
Tindakan indisipliner barisan pertahanan tersebut berpadu dengan serangan yang mengandalkan bola panjang membuat serangan ‘Juku Eja’ mudah dipatahkan. Belum tuntas pada permasalahan permainan tim, PSM kini harus berhadapan dengan permasalahan non-permainan yang membuat misi mempertahankan gelar kian terjal.
Salah satu yang jadi sorotan pelatih Bernardo Tavares adalah sepinya penonton ketika melakoni laga kandang. Bahkan, banyaknya kursi kosong yang bisa terlihat jelas ketika kita menonton dari layar televisi.
“Dengan terisi penuhnya stadion itu bagus untuk kedua tim. Lebih baik kita bermain di stadion yang full dari pada stadion sunyi senyap,” ujar Bernardo pada jumpa pers, Sabtu (2/9).
Kurangnya penonton yang hadir sedikit banyak juga bisa memberi pengaruh terhadap performa para pemain. Hal tersebut bisa dilihat dari 5 laga awal PSM musim lalu dan musim ini.
Musim lalu, PSM berhasil menyapu bersih 5 laga kandang perdana dengan kemenangan. Hal berbeda diperlihatkan musim ini. Mereka hanya mampu meraih 3 kemenangan dari 5 laga awal di kandang.
Jarak stadion yang jauh dari Makassar, jadwal pertandingan yang dihelat di sore hari, dan menurunnya performa tim membuat para penonton kurang membanjiri Gelora BJ Habibie.
Selain masalah stadion tersebut, tentunya masih ada hal-hal lain yang mengganggu performa tim kebanggaan masyarakat Sulsel tersebut. Sayangnya, permasalahan itu bukan hanya jadi tanggung jawab Bernardo Tavares dan para pemain di lapangan saja. Sudah seharusnya seluruh jajaran manajemen PSM turun tangan untuk saling bahu membahu menyelesaikan masalah yang ada, baik yang terlihat, maupun yang tidak terlihat.
Editor: Ramdha Mawaddha
49 Komentar