RT - readtimes.id

Ramai-ramai Pindah Partai

doc. ant

Readtimes.id– Belakangan panggung politik Tanah Air kembali diramaikan dengan fenomena  pindah partai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ketidakpuasan kader pada kebijakan partai menjadi alasan hengkang ke partai lain jelang Pemilu. 

Di Sulawesi Selatan misalnya, mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS) meninggalkan Demokrat dan berlabuh ke Golkar setelah partai tersebut tidak memilihnya jadi Ketua DPD Sulsel kendati mendapatkan suara tertinggi di forum Musyawarah Daerah. 

Pun dengan Mohammad Taufik di Jakarta, politisi Gerindra yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024. Belakangan ia juga mengutarakan niatnya bergabung dengan Nasdem setelah dicopot dari posisinya karena dianggap tidak memiliki prestasi di kursi legislatif. 

Sementara itu kabar yang sama juga terdengar dari kakak Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra, yang juga memutuskan untuk hengkang dari partai yang dinahkodai adiknya itu dan memilih berlabuh ke Demokrat. Hal ini terjadi setelah dikabarkan bahwa PBB tidak lagi mencalonkan Yuslih sebagai bupati. Karena seperti diketahui, Yuslih sempat menjabat Bupati Belitung Timur periode 2016- 2021.

Pengamat politik Universitas Al- Azhar, Ujang Komarudin mengatakan bahwa fenomena pindah partai jelang pemilihan adalah hal yang biasa terjadi ketika kader tidak lagi merasa sejalan dan diuntungkan dengan kebijakan tertentu dari Parpol.

Kendati demikian, menurutnya hal ini tidak akan merugikan partai yang ditinggal dengan catatan kader tersebut tidak mempunyai modal kuat.

“Karena jelas pasti akan dirugikan dan bisa berdampak pada perolehan suara kalau yang pergi ini punya uang dan punya massa,” terangnya pada readtimes.id, Jum’at (3/6).

Hal ini menurutnya berpengaruh karena karakter pemilih di Indonesia masih sangat bergantung pada faktor  figur ketimbang partai politik yang menaungi mereka. 

“Hampir di semua daerah figur itu yang pasti menjadi yang paling pertama dilihat, bukan partai. Sehingga ketika seorang kader punya massa dan uang kemudian dia hengkang, itu tidak akan jadi masalah buat dia. Karena dengan partai apapun dia pasti akan menang,” tambahnya. 

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion ( IPO), Dedy Kurnia Syah memandang bahwa kendati pindah partai itu adalah sesuatu yang sah-sah saja, namun ini menunjukkan bahwa politisi di Indonesia masih  mementingkan akomodasi politik pribadi bukan kepentingan bersama.

“Karena, jika orientasi berpolitik untuk tujuan bersama, Parpol hanya sebatas alat dan tidak perlu pindah,” ujarnya. 

Menurutnya politisi yang demikian ini sebaiknya dihindari karena satu sisi merugikan Parpol karena bisa saja membawa gerbong pengaruh terhadap suara.

Editor: Ramdha Mawaddha

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: