Readtimes.id– Ditetapkan sebagai negara yang paling dermawan di dunia, Indonesia belum mempunyai regulasi yang dapat mengakomodasi tingkat kedermawanan masyarakat yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari regulasi pengumpulan dana dan barang oleh lembaga kemanusiaan maupun individu ketika bencana alam maupun tragedi kemanusiaan terjadi.
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 yang mengatur tentang pengumpulan uang dan barang, hanya memperbolehkan pihak-pihak yang punya izin berjenjang untuk kemudian dapat mengumpulkan donasi dari publik, dimana hal ini seringkali berbenturan dengan kebutuhan di lapangan.
Peristiwa kemanusiaan maupun bencana alam yang tidak dapat diprediksi waktu datangnya dan membutuhkan penanganan dan bantuan cepat, tak jarang pada akhirnya memunculkan lembaga- lembaga maupun individu yang menginisiasi pengumpulan bantuan dana publik tanpa mengantongi izin resmi.
Ironisnya, lembaga dan individu yang memprakarsai kegiatan donasi ini cenderung tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan bertentangan dengan aturan yang ada.
Sosiolog Universitas Hasanuddin, Mansyur Radjab, saat dihubungi readtimes.id memandang kendati tidak semestinya ada pembatasan terkait sifat kedermawanan masyarakat namun memastikan bahwa bantuan publik terkelola dengan benar adalah sesuatu yang tidak dapat dikesampingkan.
Revisi berbagai regulasi terkait penggalangan dan pengelolaan donasi dibutuhkan untuk kemudian menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan lapangan.
“Beberapa pasal yang ketinggalan zaman harus segera direvisi,” terangnya.
Kendati ada perubahan nantinya, regulasi yang ada harus tetap mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan donasi. Aturan penggunaan rekening pribadi, persentase penggunaan dana sumbangan untuk operasional pengelolaan sumbangan harus lebih diperjelas melalui satu undang-undang untuk menghindarkan masyarakat dari aksi ” solidaritas semu”
Seperti diketahui hingga hari ini Indonesia belum memiliki rujukan tunggal terkait aturan pengelolaan, penyaluran, dan pelaporan dana masyarakat. Hal ini tak lain disebabkan oleh aturan sumbangan yang tersebar dalam banyak undang-undang.
Lebih jauh lagi aturan pemberian insentif pajak untuk publik maupun perusahaan yang berdonasi melalui program CSR juga harus diperjelas untuk mendukung keberlanjutan aksi-aksi filantropi yang ada.
Dengan menjaga semangat kedermawanan yang tinggi ini, tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada pembangunan negeri di kemudian hari.
Tambahkan Komentar