Readtimes.id — Dalam politik seseorang bisa mati berkali – kali. Begitu kira -kira ucapan Winston Churcill politisi sekaligus perwira Inggris yang ingin menggambarkan bahwa persoalan menang kalah dalam pertarungan politik adalah hal yang biasa saja.
Namun sayangnya pepatah itu tidak berlaku bagi seorang Trump yang hingga menit terakhir tetap berjuang demi terbuktinya sebuah kecurangan yang terencana dan tersistematis yang terjadi di dalam pemilu Amerika Serikat itu. Hentikan Pencurian ! begitu umpatnya di media menuntut keadilan.
Seperti yang diketahui ini kali pertama dalam sepanjang sejarah Amerika, seorang kandidat presiden enggan menerima kenyataan bahwa bukanlah dia yang dipilih oleh masyarakat negeri Paman Sam itu.
Sejumlah protes dilayangkan, dari penghitungan ulang surat suara hingga penggiringan aksi masa untuk menduduki Capitol Hill dan menghentikan proses pengesahan Joe Biden sebagai Presiden terpilih oleh anggota kongres pada 6 Januari lalu.
Sikap Trump ini tentu berbeda dengan Presiden Amerika sebelumnya yang legawa menerima kekalahan dan mengucapkan selamat bagi mereka yang menang, bahkan menelfonnya secara pribadi
Seperti Al Gore ( Demokrat) yang mengucapkan selamat pada Goerger W.Bush pada malam tahun 2000, meskipun penghitungan suara masih berlangsung. Begitupun dengan Jhon McCain ( Republik) yang memberikan selamat sekaligus mengakui kekalahannya di pidato konsesi atas kemenangan Barack Obama pada tahun 2008, juga William Jenings Bryan yang menggunakan telegram pada pilpres 1896 untuk mengakui keunggulan William McKinley.
” Saya lihat tradisi mengakui kekalahan entah dalam pidato atau pun menelfon adalah salah satu ciri khas rekonsiliasi di Amerika ” ucap Muhammad Nasir Badu pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Hasanuddin
Dalam penjelasannya pun ia menegaskan bahwa konflik pasca pemilu di Amerika akan selesai ketika diketahui siapa calon Presiden yang mendapatkan suara unggul. Selebihnya setelah itu tidak akan lagi sebutan Presiden Republik atau pun Demokrat, melainkan semuanya melebur menjadi satu.
Selanjutnya selain memberikan ucapan selamat ada juga tradisi memo meja yaitu selembar kertas yang berisi pesan yang ditulis langsung oleh Presiden Amerika di hari terakhirnya bekerja di meja kerjanya, untuk Presiden baru yang akan menggunakan meja itu berikutnya. Memo itu lah yang kemudian pada akhirnya menjadi bacaan pertama Presiden terpilih di hari pertamannya menyandang status sebagai pemimpin Amerika.
Lebih jauh ketika disinggung apakah Trump akan melalukan hal yang sama. Menurut Nasir dengan melihat peristiwa yang baru saja terjadi di Amerika tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk diwujudkan. Pihaknya menilai apa yang dilakukan Trump justru memperkeruh suasana dan menggagalkan upaya rekonsiliasi yang ada.
Namun itu-lah Trump yang sejak awal pencalonannya memang tidak pernah menggunakann cara-cara yang lazim , maka tak mengherankan jika di akhir masa kepemimpinannya pun juga menggunakan cara-cara yang tidak lazim.
Tambahkan Komentar