Readtimes.id — 212 , 411, 1812 . Itu hanya menjadi deretan angka biasa, jika saja sosok pentolan Front Pembela Islam (FPI)Rizieq Shihab tidak menjadikannya sebagai simbol momentum perlawanan terhadap rezim Jokowi.
Melalui penamaan gerakan dengan angka-angka yang kini telah melekat di benak masyarakat Indonesia itu pula, Rizieq Shihab turut membuktikan konsistensinya sebagai oposisi pemerintah ketika tidak sedikit sekutu politiknya memutuskan untuk bergabung dengan rezim.
Hal ini yang kemudian dilihat oleh Yanuardi Syukur seorang antropolog Islam sebagai salah satu alasan pemilik nama lengkap Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab ini perlahan-lahan namun pasti mencuri perhatian masyarakat Indonesia
” Baik FPI dan Rizieq Sihab memiliki gerakan yang konsisten dan jelas dari awal kemunculannya hingga era Jokowi sebagai pihak oposisi ” ucap Yan.
Hal ini yang kemudian dilihat sebagai sebuah jembatan aspirasi antara pihak-pihak yang tidak bersepakat dengan rezim meskipun jenis ketidaksepakatannya berbeda-beda. Bahkan data jajak pendapat Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 18-21 November 2020 menempatkan Rizieq Sihab di angka 43 persen sebagai tokoh diluar pejabat publik yang disukai oleh masyarakat. Dan ini berpotensi meningkat bila melihat pengetahuan masyarakat tentang Ketua FPI ini mencapai 73 persen menyaingin tokoh seperti Anies Baswedan juga Sandiaga Uno.
Selain itu adalah narasi perlawanan yang dibangun yakni melawan pemerintah yang zalim dan anti maksiat juga menjadi daya tarik bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluk Islam. Pun juga menjadi alasan Rizieq Sihab dielu-elukan menurut Yanuardi.
Tak dapat dipungkiri Rizieq Sihab adalah fenomena. Di balik tuaian aksi protes kehadirannya di berbagai pelosok tanah air. Perlu diyakini bahwa kehadirannya menjadi penguat oposisi yang kini kehilangan arah. Menjelma menjadi sosok yang paling dibenci sekaligus dirindu dalam setiap aksi.
Tambahkan Komentar