Karyawan swasta boleh berlega hati bulan ini. Pemerintah, melalui kementerian tenaga kerja, akan meyalurkan bantuan uang tunai kepada 15.7 juta pekerja yang berstatus non PNS dan non karyawan BUMN.
Setiap orang akan menerima 600 ribu rupiah per bulan selama 4 bulan. Santunan akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing penerima bantuan. Pemerintah menyiapkan anggara 37.7 trilliun untuk program ini. Tujuannya, untuk menstimulus daya beli masyarakat yang terlanjur terjun bebas sejak masa pandemik.
Meski pencairan baru akan mulai pada hulan September mendatang, setidaknya karyawan swasta ini sudah punya proyeksi penghasilan tambahan 2 bulan kedepan. Mereka bisa merayakan hari kemerdekaan dengan hati merdeka. Agenda liburan kecil-kecilan sudah bisa direncanakan ulang, meski harus kasbon dulu di perusahaan.
Tapi ada pengecualian. Hanya karyawan swasta yang bergaji pokok di bawah 5 juta per bulan yang akan menerima santunan. Kalaupun gaji pokoknya di bawah 5 juta, karyawan harus terdaftar dan mengikuti program BJPS Ketenagakerjaan karena data penerima berdasarkan data BPJS TK.
Ada lagi. Kalaupun terdaftar di BPJS TK, pembayaran iurannya harus dipastikan sudah lunas setidaknya hingga bulan Juni 2020. Begitu syarat-syarat yang diminta pemerintah.
Disinilah masalahnya. Pertama, di setiap perusahaan ada dua jenis gaji karyawan untuk kasus ini. Ada karyawan yang bergaji di atas 5 juta, tapi Take Hompe Pay (THP) nya hanya kisaran 5.5 juta hingga 6 juta. Take Home Pay adalah total uang yang diterima karyawan setiap bulan, termasuk gaji pokok setelah dikurangi dan ditambah potongan dan tunjangan lain.
Ada juga karyawan yang bergaji pokok di bawah 5 juta tapi THP nya 8 juta sampai 10 juta. Jenis ini memang bergaji pokok rendah, tapi karena ditambah tunjangan jabatan, tunjangan kinerja, insentif, dan lain-lain, maka penghasilannya jauh lebih tinggi dibanding karyawan jenis pertama. Nah, dalam program bantuan pemerintah, yang masuk kategori penerima bantuan adalah jenis yang kedua; yang penghasilannya lebih banyak.
Kedua, tidak semua perusahaan mendaftarkan karyawannya dalam program BPJS TK. Misalnya perusahaan yang berbentuk UD atau CV, atau yang beromset kurang dari 500 juta perbulan. Karyawan yang bekerja di jenis perusahaan ini tentu saja bergaji rendah; di bawah 5 juta biasanya. Dan yang pasti, mereka inilah yang paling terkena dampak lesunya pertumbuhan ekonomi selama pandemik. Tapi dalam kriteri program bantuan pemerintah, mereka tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang minus selama kuartal II mengakibatkan pendapatan dan cash flow perusahaan terganggu. Untuk menjaga cash flow tetap stabil, perusahaan melakukan efisiensi besar besaran dan menunda pengeluaran, salah satunya menunda pembayaran iuran BPJS TK setidaknya 1 bulan. Sekali lagi, karyawan yang bekerja di perusahaan ini tak akan masuk kategori penerima bantuan pemerintah.
Keempat, karyawan yang bergaji rendah dan berpenghasilan rendah per bulan pun terbagi dua. Ada yang bergaji 4.999.000 dan ada juga yang bergaji 5.099.000 misalnya. Perbedaan keduanya biasanya karena perbedaan masa kerja; hanya beda 2-3 bulan. Meskipun secara leveling mereka sama-sama karyawan level bawah. Lagi-lagi, dalam program bantuan pemerintah, karyawan yang kedua tak akan masuk kategori penerima.
Kelima, karena dari total penerima bantuan banyak yang sebenarnya berpenghasilan tinggi, kemungkinan besar bantuan yang diterima justru akan ditabung. Jika niat awal pemerintah dalam program ini untuk mendorong daya beli masyarakat, bagaimana memastikan uang yang mereka terima akan mereka belanjakan, bukan ditabung?
Jadi singkat kata, jangankan jadi orang sukses, untuk jadi orang susah pun susah. Banyak syaratnya.
58 Komentar