RT - readtimes.id

RUU Pemilu , Indonesia Perlu Meniru Amerika Soal Manajemen Waktu

Readtimes.id– Tarik ulur mengenai revisi UU Pemilu di DPR kian alot. Bahkan disinyalir menjadi salah satu penyebab molornya pengesahan Prolegnas tahun ini, dimana berdampak pada rancangan undang -undang yang lain.

Bagaimana tidak di menit-menit menentukan beberapa fraksi di DPR justru tiba-tiba menolak untuk melakukan revisi juga normalisasi waktu Pilkada yang menjadi salah satu isu hangat dalam pembahasan RUU pemilu yang ditargetkan rampung pada tahun ini.

Hal ini bersamaan dengan kencangnya komunikasi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan para pentolan Parpol belum lama ini yang memberikan sinyal akan menolak revisi UU pemilu dengan dalih aturan di UU yang lama belum sepenuhnya dijalankan.

Sikap pemerintah atau Jokowi ini semakin jelas tatkala Kemendagri melalui Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan, seharusnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) tetap dilaksanakan pada tahun 2024, pada sejumlah wartawan pada 29 Januari lalu.

Adapun selain menjalankan peraturan yang sebelumnya yaitu UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 serta UU Pilkada, Kemendagri menggunakan dalih bahwasanya pemerintah saat ini tengah berfokus pada penanganan Covid-19 dan pemulihan perekonomian. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar mengingat pada tahun 2020 Pilkada juga tetap dilaksanakan sekalipun itu di tengah pandemi.

Deddy Tiksnawadi Tikson, pakar Administrasi Publik Universitas Hasanuddin menilai hal ini tak akan terjadi ketika manajemen waktu dan kerja dalam pemilu Indonesia yang telah berlangsung bertahun-tahun di Indonesia itu berlangsung baik.

” Saya pikir begini terlepas dari kepentingan politik, ini hanya persoalan memahami management kerja dan waktu dalam pemilu yang tidak diperhatikan dengan baik oleh pihak-pihak yang bersangkutan saat merumuskan undang-undang pemilu. Sehingga mengapa pemilu kita didesain hanya satu hari atau satu waktu dalam mengisi kertas suara, padahal kan bisa dibuat lebih dari itu” tukas Deddy

Alumni salah satu universitas di Australia Barat ini juga menyayangkan mengapa sikap pemerintah Indonesia yang setengah-setengah dalam meniru desain pemilu Amerika yang merupakan kiblat negara demokrasi dunia itu

Menurut Deddy jika mau, seharusnya Indonesia bisa belajar management kerja dan management waktu pada Amerika dimana dalam mengisi kertas suara, masyarakat diberi waktu beberapa hari dan berbeda- beda tiap negara bagian serta dengan metode yang berbeda pula di saat pandemi Covid -19.

” mengapa mesti dibuat ribet, jika memang bisa dibuat berbeda-beda di tiap wilayah dengan berbagai metode. Misalnya Amerika saat pandemi kemarin untuk mencoblos mereka bisa lewat email saja atau pos. Dan tiap negara bagian itu waktunya juga tidak disamakan ” tambahnya

Menurut Deddy ini penting jika dalihnya adalah Covid 19 dan juga untuk menghindari banyaknya penyelenggara yang meninggal akibat kelelahan saat penyelenggaraan pemilu serentak seperti yang terjadi pada tahun 2019 lalu.

Lebih jauh Deddy juga mengomentari terkait masa bakti Presiden, DPR, DPD, serta Kepala Daerah di Indonesia yang sejatinya bisa dibuat beda-beda seperti di Amerika. Sehingga jelas akan juga berdampak pada desain waktu pemilu yang dipilih

” lagi-lagi kan kita bisa mencontoh , seperti Amerika antara Presiden, anggota kongres atau senat yang masa baktinya bisa berbeda-beda sehingga juga akan berdampak pada jadwal pemilu. Sekali lagi masih banyak cara yang sejatinya bisa diadopsi oleh Indonesia untuk membuat desain pemilu yang lebih mudah dan sederhana ” tandasnya

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: