Readtimes.id– Seluruh elemen industri tembakau menyampaikan aspirasinya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panja Komisi IX DPR RI terkait penolakan Pasal Pengamanan Zat Adiktif Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Hal tersebut disampaikan dalam momentum Silaturahmi Ekosistem Pertembakauan pada Selasa (30/05/2023).
RUU Kesehatan menuai berbagai polemik, termasuk pasal 154 tentang Pengamanan Zat Adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol. Pasal tersebut telah menimbulkan gejolak dan ancaman bagi keberlangsungan ekosistem tembakau di Indonesia.
Pengelompokan yang menyamakan tembakau dengan barang ilegal juga menyalahi perundang-undangan. Utamanya Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang perkebunan yang menyebut tembakau merupakan komoditas strategis perkebunan.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan telah melanggar hukum. APTI menekankan bahwa dampak polemik regulasi tersebut tak hanya ke industri hasil tembakau.
“Tembakau jelas komoditas legal. Kami kecewa, di saat kami sedang menanam tembakau, diombang-ambingkan regulasi. Kalau kami tidak bisa menanam, kami mau seperti apa. Sampai saat ini, belum ada komoditi di musim kemarau yang pendapatannya seperti tembakau. Harusnya negara melindungi keberadaan kami, ini justru napas kami mau dihentikan,” kata Samukrah, Ketua DPC APTI Pamekasan, Selasa (30/05/2023) dikutip dari Antara.
Hal senada juga diungkapkan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSPRTMM). Menurut Sekjen FSPRTMM SPSI Iyus Ruslan, seluruh elemen industri tembakau sedang berjuang untuk melawan tekanan dari regulasi yang diskriminatif.
“Kalau ada regulasi yang menghancurkan sawah ladang kami, pasti kami lawan. Kami, para pekerja akan terus mengawal dan memperjuangkan mata pencaharian kami. Mengapa di negara kita, pemangku kebijakan dan pembuat regulasi ini berulang-ulang membuat keputusan yang bertentangan,” sebut Iyus.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar