Readtimes.id– Di samping memastikan gerakan vaksinasi nasional untuk mengejar herd immunity, pemerintah juga harus memastikan bahwa mereka yang telah divaksin mendapatkan sertifikat. Hal ini terkait diberlakukannya uji coba sertifikat vaksin sebagai syarat mengakses tempat publik dan transportasi umum.
Bukan tanpa soal, karena tidak sedikit masyarakat yang telah menerima vaksin namun belum mendapatkan sertifikat. Menurut sistemnya, seharusnya sertifikat dapat diakses melalui aplikasi PeduliLindungi yang telah disediakan Kemenkes untuk mendata semua masyarakat yang telah mengikuti program vaksinasi nasional.
Ini tidak jarang disebabkan oleh kesalahan input data pribadi penduduk seperti yang dilakukan saat vaksin, juga penggunaan NIK yang dilakukan lebih dari satu orang.
Di Tangerang Selatan misalnya, aparat kepolisian kembali menemukan kasus nomor induk kependudukan (NIK) seorang warga yang dipakai orang lain untuk vaksinasi. Kali ini warga Tangerang Selatan yang nomor induknya dipakai orang lain untuk vaksinasi di Jakarta, dimana sebelumnya ada warga Jakarta yang digunakan NIK-nya oleh warga Tangerang.
Alhasil tidak hanya menghambat proses vaksinasi melainkan juga tidak didapatkannya akses untuk memperoleh sertifikat vaksin.
Jalin Kerja Sama
Merespon persoalan tersebut, Kementerian Dalam Negeri menjalin kerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Kerja sama tersebut ditandai dengan adanya penandatanganan yang dilakukan secara virtual pada 6 Agustus 2021. Ini diharapkan dapat membuat sistem verifikasi dan validasi data yang lebih akurat.
Zudan Arif Fakrulloh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan bahwa tiga lembaga yang bekerja sama dengan Dukcapil Kemendagri sudah dapat mengakses validasi data untuk ditindaklanjuti menjadi sertifikat vaksin.
Kerja sama ini guna mengatasi masalah kesalahan masyarakat dalam proses administrasi program vaksinasi. Sebab, kesalahan input akan segera tervalidasi melalui aplikasi.
Kendati demikian, setelah kerja sama integrasi data ada hal yang selanjutnya harus dipastikan pemerintah, yakni keamanan data penduduk. Mengingat hingga hari ini situs maupun aplikasi milik pemerintah masih sering diretas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab seperti yang dijelaskan oleh Suryadi Syamsu, pakar cyber security Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AKBA.
Hal ini tidak lain belajar dari pengalaman aplikasi milik BPJS yang belum lama ini dikeluhkan oleh penggunanya karena ada kebocoran data. Tercatat data pribadi 279 penduduk Indonesia diduga telah diperjualbelikan di forum peretas Raid Forums.
“Semua harus dipastikan lebih dulu karena tingkat keamanan IT masing-masing lembaga yang sedang berkolaborasi ini berbeda-beda. Ditambah standar tata kelolanya pun tidak sama,” terangnya kepada readtimes.id.
Ini tidak lain untuk menghindari adanya peretasan pada situs atau aplikasi kolaborasi yang memiliki tingkat keamanan rendah, di mana dapat berpengaruh pada seluruh lembaga.
Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan audit IT, yakni pengukuran tingkat keamanan masing-masing sistem IT lembaga untuk menentukan langkah teknis pencegahan selanjutnya atau meminimalisir kebocoran data.
Lebih dari itu, kecakapan dan ketelitian teknis juga tidak kalah penting untuk ditingkatkan. Khususnya bagi para tenaga IT untuk menghindari adanya human error.
Khusus untuk masyarakat, penting juga untuk tidak melakukan hal- hal yang dapat menyebabkan kebocoran data pribadi, seperti mengunggah KTP, sertifikat vaksin, buku rekening.
Pihaknya juga menghimbau agar masyarakat sebaiknya tidak mengakses aplikasi pemerintah yang perlu memasukkan data pribadi untuk login menggunakan wifi umum. Hal ini juga untuk menghindari peretasan yang dilakukan pihak tertentu melalui jaringan tersebut.
Tambahkan Komentar