RT - readtimes.id

Sosial Media dan Percepatan Layanan Publik Masa Kini

Readtimes.id– Data terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform Hootsuite mengungkap ada 170 juta  pengguna media sosial di Indonesia. Artinya, ada 61,8 persen masyarakat Indonesia yang telah melek sosial media. 

Angka yang dari tahun ke tahun trennya terus naik ini seharusnya tidak hanya digunakan sebagai ruang politik untuk mendulang suara ketika musim pemilu, melainkan juga ruang komunikasi ketika para pejabat publik ingin mengetahui seluk beluk persoalan masyarakat. 

Ini penting, selain dapat mengikis jarak antara pejabat publik dengan masyarakat, juga untuk mempercepat pelayanan publik pemerintah yang sering terkendala panjangnya rantai birokrasi. 

Baca Juga : Birokratisasi Normal di Situasi Tidak Normal

Tren pejabat publik memiliki akun sosial media memang bukan lagi hal baru di Tanah Air. Belakangan sudah banyak dari mereka, seperti Presiden, Menteri, Kepala Daerah, sampai individu tingkat ASN yang memiliki akun sosial media,  bahkan jumlahnya pun bisa  lebih dari satu. 

Kendati demikian masih banyak yang menggunakannya hanya untuk sekedar menginformasikan kegiatan mereka atau  mensosialisasikan kebijakan terbaru yang akan segera disahkan. Kebanyakan dari mereka belum menjadikannya sebagai  ruang dialog dengan masyarakat  yang tiap saat  meramaikan  kolom komentar postingan  mereka. 

Menurut pakar komunikasi publik Universitas Hasanuddin, Hasrullah,  kemampuan berkomunikasi dan menyesuaikan diri di era  digital menjadi sebab juga tantangan para pejabat publik belum memanfaatkan media sosial sebagai ruang berdialog atau menyerap aspirasi masyarakat. 

“Para pejabat publik yang memiliki kemampuan komunikasi  dan pemahaman wacana yang baik pasti akan menjadikan  sosial media sebagai ruang komunikasi dengan masyarakat,  karena mereka sadar ini adalah sebuah tuntutan di era komunikasi digital,” terangnya pada readtimes.id. 

Adapun terkait adanya buzzer atau akun robot yang bersiap menyerang atau menggiring opini yang biasanya juga turut meramaikan kolom komentar para pejabat publik, menurutnya tidak akan menjadi soal ketika seorang pejabat memahami narasi yang tengah berkembang. Disini pejabat publik juga hadir sebagai pelurus dari kesimpangsiuran informasi yang terjadi di tengah masyarakat. 

Ini penting jika Indonesia mau belajar dari hasil riset  Universitas Oxford yang bertajuk ‘ The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation ‘  karya Samantha Bradshaw dan Philip N Howard tentang potret buzzer di  70 negara termasuk Indonesia. 

Dalam hasil riset tersebut mengungkap bahwa buzzer atau pendengung di Indonesia cenderung menyebarkan disinformasi dan penguatan penyebaran konten dalam membentuk opini publik di sosial media. 

Baca Juga : Buzzer dan Pertarungan Wacana Kebijakan Publik

Adapun mayoritas dari tujuan mereka adalah mendukung pemerintah,  menyerang oposisi, dan pesan memecah belah. Sementara terkait pengalihan isu atau menekan partisipasi publik masih jarang ditemukan. 

Penguatan Tim Komunikasi 

Di tengah agenda yang padat, tidak dipungkiri aktivitas membalas komentar warganet di kolom sosial media oleh pejabat publik adalah sesuatu yang menyita waktu. Kendati demikian bukan berarti tidak bisa sama sekali dilakukan mengingat adanya tim komunikasi dalam setiap jenjang pemerintahan. 

Melalui tim komunikasi ini, informasi tentang kegiatan pejabat publik, sosialisasi peraturan terbaru atau bahkan memberikan tanggapan atas setiap pertanyaan atau keluhan publik harusnya bisa dilakukan. 

“Syaratnya agar maksimal, dalam setiap tim komunikasi itu harus ada spin doctor, pihak yang paham penguasaan wacana di media, mampu mempengaruhi opini publik, dan tahu bahasa sosial media yang layak untuk dibaca publik dari seorang pejabat,” terang Hasrullah lebih  jauh. 

Menurutnya ini penting untuk menghindari adanya blunder atau kesimpangsiuran informasi yang berakibat fatal yakni menurunnya tingkat kepercayaan publik pada pemerintah. 

Baca Juga : Krisis Kepercayaan Rakyat di Tengah Pandemi

Selain itu tidak kalah penting juga tim komunikasi yang “melek” IT untuk mencegah adanya serangan siber dari luar  yang ingin menyalahgunakan akun-akun sosial media pejabat tersebut, karena berkaca dari data Badan Siber dan Sandi Negara ( BSSN) terakhir, korban terbesar dari serangan siber  adalah sektor pemerintah, yakni mencapai  45,5 persen.

Bagaimana menurut Anda?

Baca Juga : Serangan Siber Meningkat, Saatnya Pemerintah Berbenah

Avatar

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: