Readtimes.id– Semestinya publik tidak perlu terkejut dengan bergabungnya Partai Amanat Nasional ( PAN) dalam barisan koalisi Jokowi. Karena selain blusukan, politik merangkul lawan adalah hal yang lekat dengan model kepemimpinan mantan Wali Kota Solo itu.
Saat dipercaya dua periode oleh masyarakat Solo misalnya, Jokowi berhasil menggandeng PKS di periode kedua setelah sebelumnya pada periode pertama menjadi partai lawan.
Hal itu kemudian berlanjut ketika Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo di periode pertama ( 2014-2019) yakni dengan menggandeng Golkar dan PAN masuk kabinet Kerja, begitupun berlanjut di periode kedua.
Kini dengan merapatnya PAN kembali ke koalisi Jokowi maka sudah ada 7 partai dari 9 partai pemilik suara di Parlemen yang ada di belakang pemerintah. Itu artinya jika dihitung-hitung sekarang Jokowi menggenggam 471 kursi atau sekitar 82 persen kursi di parlemen. Koalisi yang sangat besar, bahkan lebih besar dari periode akhir orde baru yang saat itu mengontrol sekitar 80 persen kursi di DPR.
Dengan demikian maka segala langkah dan kebijakan politik apapun sebenarnya sangat mungkin untuk bisa diambil oleh seorang Jokowi dalam kondisi seperti sekarang.
Undang -undang Cipta Kerja, undang-undang Mineral dan Batubara ( Minerba), pembatalan revisi undang-undang pemilu, pemindahan Ibu Kota Negara, adalah sejumlah contoh usulan kebijakan pemerintah yang telah disetujui mayoritas fraksi di DPR.
Maka jika Presiden mau dalam kondisi seperti sekarang sejumlah persoalan negara yang telah mengakar mustinya berpeluang untuk dapat segera diselesaikan.
Penegakan hukum, pengadilan yang pantas untuk terpidana korupsi, pelanggaran HAM di masa lalu, perlindungan pers, pengrusakan lingkungan semestinya bisa segera ditindak tanpa khawatir adanya intervensi dari parlemen.
Tidak berhenti disitu saja dengan bekal soliditas partai koalisi ditambah dengan tidak adanya partai politik yang mencapai angka 20 persen presiden treshold pada pemilu 2019 lalu, dimana mengharuskan adanya koalisi antar partai politik untuk mengusung calon Presiden pada 2024 nanti, maka tidak menutup kemungkinan Jokowi menjadi “King Maker” seperti kata Direktur Eksekutif Surveylink, Wempy Hadir.
Baca Juga : Beda Gaya Koalisi SBY dan Jokowi
Menurut Wempy setidaknya ada beberapa catatan, Jokowi dapat menjadi sosok yang berpengaruh meskipun ia bukan ketua partai politik seperti para mantan presiden sebelumnya dalam diskusi virtual Para Syndicate.
Pertama, Jokowi memiliki kekuatan karena menguasai kementerian dan lembaga strategis yang setia kepada mantan wali kota Solo tersebut, selanjutnya citra Jokowi sebagai sosok yang bersih dan sederhana juga disukai oleh banyak orang.
“Oleh karena itu, saya kira kemanapun arah politik akan dibawa atau akan didorong oleh Pak Jokowi, ini juga sangat menentukan siapa yang akan jadi presiden di 2024,” kata Wempy
5 Komentar