Readtimes.id– Perubahan sikap partai Gerindra dan PDIP belakangan tentang amandemen UUD 1945 tidak hanya membalikkan keadaan wacana pembentukan pokok -pokok haluan negara (PPHN) yang tengah berkembang, melainkan juga menyisakan tanda tanya terkait alasan pasti dua partai besar yang sejak awal getol menyuarakan amandemen tersebut.
Tempo hari partai Nasdem yang perlahan-lahan berubah pikiran tentang amandemen UUD NRI 1945, belakangan ada PDIP dan Gerindra yang juga mulai melunak. Keduanya bahkan satu suara untuk tidak memaksakan gagasan amandemen tersebut dilakukan dalam waktu dekat.
“Slowing down” begitu kata Megawati dalam rapat tertutup bersama petinggi PDIP dan Gerindra pada, Selasa ( 24/08) di Jakarta.
Alasannya, karena Indonesia hari ini sedang berfokus melawan pandemi. Sama seperti partai-partai sebelumnya yang sejak awal telah menyatakan sikap untuk menolak usulan yang menambahkan pasal pembentukan PPHN di dalam UUD I945 dalam waktu dekat.
Sementara Gerindra lebih memilih menunggu MPR yang tengah mempersiapkan beberapa hal terkait rencana amandemen. Melalui Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, mengungkap bahwa Indonesia ke depan membutuhkan PPHN agar pembangunan Indonesia dalam aspek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya menjadi berkesinambungan.
“Sampai sekarang kita belum punya desain satu abad Republik Indonesia itu di bidang kesehatan kaya apa, pendidikan kaya apa, ekonomi kaya apa. Kemudian, untuk mencapai tujuan-tujuan itu harus dengan apa saja, alat pendukung yang diperlukan, ” terang Ahmad Muzani dalam konferensi pers.
Perubahan sikap kedua partai ini tidak hanya berhasil membalikkan keadaan wacana yang tengah berkembang, melainkan juga menyisakan tanya. Pertama, baik PDIP maupun Gerindra adalah kedua partai penentu yang sejak awal sangat getol dalam menyuarakan adanya amandemen UUD 1945.
Di PDIP misalnya, wacana PPHN dan amandemen konstitusi telah menjadi rekomendasi kongres V PDIP yang diselenggarakan di Bali 2019 lalu. Sementara Gerindra bahkan pernah menginginkan kembali sepenuhnya pada UUD 1945 sebelum amandemen 1999-2002. Baru setelah itu dilakukan penambahan adendum yang diperlukan dalam konstitusi.
Kedua, terkait alasan pandemi sebelumnya telah ada beberapa produk kebijakan yang juga telah disahkan di masa pandemi yang juga tidak luput dari dukungan kedua partai ini. Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) , Omnibus Law Cipta Kerja, keputusan pilkada serentak, adalah sejumlah kebijakan yang diambil di saat pandemi.
Pakar politik Universitas Gadjah Mada, Wawan Mas’udi pada readtimes.id menerangkan bahwa baik PDIP atau Gerindra kali ini tengah berhitung terkait dampak gagasan amandemen UUD 1945 . Yaitu elektabilitas partai yang bisa saja menurun ketika gagasan tersebut terlalu dipaksakan, mengingat mayoritas partai di parlemen saat ini menolak, juga antusiasme masyarakat yang kurang karena pandemi.
“Tentu ini bukan posisi yang menguntungkan untuk dua partai penentu seperti PDIP dan Gerindra. Mengingat amandemen itu bisa dilakukan ketika ada usulan dari 1/3 anggota MPR yang juga datang dari fraksi partai politik,” terangnya.
Selain itu, dampak amandemen UUD 1945 yang cukup besar dibandingkan pengesahan undang-undang biasa, karena selain berpotensi mengubah tata pemerintah juga dapat mengubah tata politik di Tanah Air adalah hal yang juga diperhitungkan oleh partai.
Pembentukan PPHN yang nampak ingin mengintegrasikan antara kerja pemerintah pusat dan daerah yang disinyalir menguntungkan bagi partai yang berkuasa seperti PDIP dan Gerindra juga rintangan yang belum bisa dilewati melalui konsolidasi antar partai yang ada di parlemen.
” Ada konsolidasi yang belum tuntas dalam tubuh partai mengenai amandemen 1945 di tengah berbagai isu liar yang menyertainya. Sehingga sekalipun usulan Ketua MPR-RI tentang PPHN merumuskan sebuah haluan negara itu cukup berdasar, itu belum dipandang oleh partai sebagai sesuatu yang mendesak untuk dilakukan apabila disandingkan dengan berbagai agenda kepentingan partai yang ada ke depan,” pungkasnya.
Tambahkan Komentar